‘Kami Benar-benar Muak! Kami Lapar, Kami Bisa Mati!’ Teriakan Para Pengunjuk Rasa Akibat Melemahnya Mata Uang Lebanon yang Keterlaluan Hingga Alami Krisis Akut

K. Tatik Wardayati

Editor

Pengunjuk rasa Lebanon atas melemahnya mata uang di depan ban yang dibakar.
Pengunjuk rasa Lebanon atas melemahnya mata uang di depan ban yang dibakar.

Intisari-Online.com – Keadaan perekonomian Lebanon mengalami krisis akut.

Terlebih lagi karena ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut, Lebanon pada tahun lalu, yang juga berdampak keamanan pangan.

Ditambah lagi keadaan politik di Lebanon yang tak kunjung mengalami kestabilan, muncullah para pengunjuk rasa di berbagai tempat.

Para pengunjuk rasa membakar ban dan memblokir jalan di Beirut pada hari Selasa (16/3/2021), ketika mata uang Lebanon jatuh melewati tonggak sejarah baru.

Baca Juga: 'Jika Anda Menyerang Lebanon, Kami Akan Menyerang Kota Anda', Begini Cara Hizbullah Mengancam untuk Hancurkan Angkatan Udara Israel, Gunakan Rudal Buatan Musuh Bebuyutan Israel

Melansir Reuters, dealer di pasar mata uang mengatakan pound Lebanon diperdagangkan sekitar 15.000 terhadap dollar, setelah kehilangan sepertiga nilainya dalam dua minggu terakhir.

Bank telah memblokir akses nasabah ke simpanan dollar, dan kemiskinan menyebar.

Namun, politisi Lebanon belum meluncurkan rencana penyelamatan yang dapat membuka bantuan asing.

"Biarkan mereka bangun sekarang. Kasihanilah kami, kami memohon padamu!" kata seorang pengunjuk rasa, Hussein Makieh.

Baca Juga: Gelar Latihan Dadakan untuk Kesiapan Tempur, Rupanya Angkatan Udara Israel Ini Masuk Angkatan Udara Terkuat di Dunia, Apa Kehebatannya?

"Lihatlah kami, kami kelaparan. Kami sedang sekarat. Kelas menengah telah hilang," katanya seperti yang dikutip Reuters.

Komite parlemen Lebanon membahas pinjaman darurat untuk perusahaan listrik milik negara setelah menteri energi memperingatkan bahwa, tanpa uang lebih, lampu akan padam di seluruh Lebanon pada akhir bulan.

Anggota parlemen hanya berhasil menjanjikan US$ 200 juta dari US$ 1 miliar yang diminta, dan jumlah itu sekarang membutuhkan persetujuan parlemen untuk disahkan.

Perdana menteri sementara Lebanon, Hassan Diab, mengatakan ada upaya untuk mengamankan kredit karena bahan bakar untuk pembangkit listrik hampir habis.

Dia juga mengatakan subsidi barang-barang kebutuhan pokok ditanggung hingga Juni.

Prospek bahwa subsidi tersebut dapat dibatalkan telah memicu kekhawatiran akan meningkatnya kelaparan dan peringatan bencana dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sumber resmi yang menolak disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters bahwa dana sebesar US$ 1,0-1,5 miliar tetap ada dalam pot untuk subsidi, yang mencakup barang-barang termasuk gandum, bahan bakar, dan obat-obatan.

Sumber tersebut mengatakan cadangan devisa sekarang mencapai sekitar US$ 16 miliar, dibandingkan dengan perkiraan bank sentral sebesar US$ 19,5 miliar pada bulan Agustus.

Baca Juga: Intip Daftar Belanja Militer Israel: Pesawat Tempur hingga Helikopter Amerika, Boeing CH-47F atau Sikorsky CH-53K?

Kesulitan Lebanon semakin dalam pada Agustus lalu ketika ledakan di pelabuhan Beirut menghancurkan sebagian besar kota, menewaskan 200 orang dan mendorong kabinet Diab untuk mengundurkan diri.

Tetapi penggantinya yang ditunjuk, politisi veteran Saad al-Hariri, berselisih dengan Presiden Michel Aoun dan belum membentuk pemerintahan baru, yang harus melakukan reformasi sebelum dapat membuka bantuan asing.

"Kami benar-benar muak dengan ini!" teriak seorang pengunjuk rasa, berdiri di dekat barikade truk sampah dan api unggun yang memblokir jalan di ibu kota.

"Kami lapar - kami sudah tamat!" teriak mereka. (Barratut Taqiyyah Rafie)

Baca Juga: Genap 6 Bulan Ledakan Hebat Beirut, Begini Kondisi Ibu Kota Lebanon Saat Ini, Para Korban Masih Terlantar, Para Pelaku Bebas Berkeliaran

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait