Advertorial

Kejeniusannya Disejajarkan dengan Cleopatra, Inilah Gayatri Rajapatni, Ibu Suri nan Sensual Pemilik Cetak Biru Masa Keemasan Majapahit, Mentor Sang Mahapatih Gajah Mada yang Terlupakan

Tatik Ariyani

Editor

Intisari-Online.com -Gayatri atau Rajapatni adalah nama salah satu istri Raden Wijaya raja pertama Majapahit (1293-1309) yang menurunkan raja-raja selanjutnya.

Senin (2/4/2012), diskusi tentang sosok ibu suri kerajaan Majapahit, Gayatri Rajapatni, yang menghadirkan sejarawan dan diplomat University of British Columbia, Kanada, Prof Paul Drake di kampus Universitas Negeri Malang (UM),, memunculkan tafsir terbaru.

Tafsir terbaru itu adalah bahwa patung indah Prajna Paramita asal Singosari, Malang, sebenarnya bukan perwujudan Ken Dedes seperti selama ini dipahami.

Patung itu jika ditilik gaya artistiknya bisa dibuktikan berasal dari gaya era Majapahit (Majapahit style), dan diyakini sebagai perwujudan Gayatri Rajapatni.

Baca Juga: Invasi Mongol ke Jawa: Saat Bangsa Penghancur Kejayaan Islam Dipermalukan Majapahit, Berkat Kecerdikan Raden Wijaya

Paul Drake yang mengantarkan bukunya Gayatri Rajapatni, Perempuan di Balik Kejayaan Majpahit (Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2012) yang disunting sejarawan Universitas Indonesia Manneke Budiman, bahkan menyejajarkan Gayatri sekaliber dengan Cleopatra.

Cleopatra adalah seorang perempuan kuat di Mesir yang bahkan membuat Caesar, kaisar Romawi tunduk.

Gayatri seorang perempuan yang menjadi pemikir dan dalang sejumlah peristiwa, termasuk perekrutan Mahapatih Gajah Mada, bahkan patut diduga ada di balik pembunuhan raja sah Majapahit Jayanegara (1309-1322).

Baca Juga: Reog Ponorogo, Kisah Tarian Penggawa Raja Majapahit Terakhir yang Mengubah Sejarah dan Memantik 'Kasus Identitas'

Patut diyakini Gayatri adalah think tank di balik masa paling cemerlang dalam sejarah Nusantara, yakni Majapahit era Tribhuwana Tunggadewi dan Hayam Wuruk yang dibantu Gajah Mada.

Earl Drake melakukan riset sejarah Majapahit menurutnya secara sambil lalu selama sekitar 20 tahun, seraya menjalani tugasnya di Asia sebagai diplomat saat bertugas di Kuala Lumpur dan Jakarta, terutama saat menjadi Duta Besar Kanada di Indonesia.

Earl Drake kelahiran 1928, mengakui terutama ia tertarik karena terpesona oleh wujud fisik (patung) Prajna Paramita yang sensual dengan puting payudaranya itu.

Patung itu pada masa kolonial disimpan di Leiden, Belanda, dari asalnya di Singosari, dan kemudian dikembalikan ke Indonesia lalu kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.

Setiap kali dibawa berpameran keliling dunia, termasuk di Paris dan Tokyo untuk pameran tema Asia, Prajna Paramita senantiasa menjadi pusat perhatian utama pengunjung pameran berkebangsaan barat.

Perwujudan sikap samadhi pendeta perempuan itu demikian mempesona dengan wajah sendunya.

Baca Juga: Utang Malaysia Rp3.500 Triliun, Utang Indonesia Rp6.074 Triliun, Sedangkan Utang JepangRp170.800 Triliun, Tapi Mengapa Hanya Malaysia yang Terancam Bangkrut?

"Saya berkali-kali bertemu Prajna Paramita dan saya bertekad mempelajarinya," katanya.

Sejarawan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Negeri Malang (UM) Deni Yudo Wahyudi yang menjadi pembanding diskusi tentang Gayatri ini, Senin (2/4) mengaku, ia sebagai sejarawan dan umumnya masyarakat masih menganggap Prajna Paramita sebagai Ken Dedes, namun setelah membaca buku Earl Drake, ia membangun keyakinan berbeda, bahwa patung itu memang Gayatri.

Deni menjelaskan, gaya artistik patung Prajna Paramita itu diakuinya baru ia sadari sekarang. Patung itu duduk di atas teratai yang berada di luar vas.

Itu sudah diketahui sejarawan, merupakan ciri patung Majapahit. Gayatri hidup pada jarak sekitar seratus tahun setelah era Ken Dedes, istri Ken Arok, Raja Singosari.

Deni merujuk pada kajian sejarawan UI Agus Aris Munandar dalam buku Aksamala: Untaian Persembahan untuk Ibunda Prof Dr Edi Sedyawati (2003) dan Rahardjo S (2002) Peradaban Jawa: Dinamika Pranata Politik, Agama, dan Ekonomi Jawa Kuno yang menunjuk lokasi Prajna Paramita yang berasal dari kompleks Candi Singosari (di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, sekarang), justru pas jika diidentikkan dengan Gayatri.

Sebab, pada era Ken Dedes, lokasi Kerajaan Singosari bukan di Singosari, melainkan di lokasi yang masih diperdebatkan di antara spekulasinya Gunung Buring sekarang (sekitar 20 km barat Kota Malang).

Baca Juga: Dikepung di Laut China Selatan, Kapal China Mendadak LakukanTindakan Mencurigakan di Laut China Timur, Ketahuan Nelayan Taiwan Karena Bukti Ini

"Apakah Prajna Paramita itu Ken Dedes atau Gayatri, memang sudah lama jadi perdebatan. Namun, publik selama ini memahami bahwa Prajna Pramita adalah Ken Dedes," ungkap Deni.

Agus Arismunandar bisa dibaca dalam bukunya, kata Deni, bahwa Gayatri setelah meninggal dibuatkan arca Prajna Paramita dan didharmakan di Prajnaparamitapuri (suatu tempat) di Bhayalangu.

Ini bisa ditafsirkan merujuk pada Kecamatan Boyolangu di Kabupaten Tulungagung masa kini.

Namun, sumber teks itu, Negarakertagama sebagai sumber utama sejarah Majapahit menyebut adanya kata juga dalam puisinya.

Itu dapat ditafsirkan ada dua Prajna Paramita.

Sehingga, selain di Boyolangu, satunya ada di Singosari ini. Itu menjadikan tafsir, bahwa patung di Singosari adalah Gayatri, bukan Ken Dedes.

Namun, Prof Paul Drake yakin, ini adalah Gayatri, istri Raden Wijaya yang mengasuh Gajah Mada dan Hayam Wuruk pada masa kanak-kanak.

Dengan demikian merupakan pemilik cetak biru masa keemasan Majapahit.

Artikel Terkait