Hitler memandang saya dengan tenang lalu berkata: "Saya jarang menemukan orang seperti kau", lalu ia menambahkan, sambil tetap berdiri dekat mejanya:
"Saya juga mempunyai tugas pribadi yang akan saya serahkan kepadamu. Hari ini, saya akan memenuhi perintah yang selalu saya beri kepada komandan dari benteng yang terkepung: Tetap di tempat sampai mati. Perintah itu juga berlaku bagi saya. Saya menganggap diri saya sebagai komandan Berlin. Kau harus mengambil dua selimut wol dan bawalah ke kamar. Selimut itu harus mampu menyerap cukup banyak minyak untuk menyalakan dua tubuh. Saya akan bunuh diri sekarang bersama Eva Braun. Kau harus membalut kedua tubuh kami dengan selimut itu. Angkut ke atas lalu bakar di taman."
Mendengar pesan itu saya tertegun dan hanya bisa menjawab dengan menggagap: "Baik Fuehrer".
Saya tidak bisa mengatakan lebih dari satu katapun lagi.
Lalu, kali ini saya harus menghadapi kondisi membingungkan mengenai alasan Hitler ingin saya menyelamatkan diri sementara dirinya malah mau bunuh diri.
“Mengapa kami harus berusaha untuk menyelamatkan diri?" tanya saya. Ia menjawab: "Untuk generasi yang akan datang.”
Saya menghentakkan sepatu. Hitler maju dua atau tiga langkah, ragu-ragu menuju saya, lalu memegang tangan saya.
Untuk terakhir kali dalam hidupnya ia memberi salam Jerman. Saya berdiri di situ sejenak, karena sangat terharu.
KOMENTAR