Advertorial
Intisari-Online.com -Perairan Masalembo menjadi salah satu perairan yang sering menelan korban, termasuk KMP Tampomas II, hingga disebut sebagaiSegitiga Bermuda versi Indonesia.
Korban terbaru dari 'keganasan' perairan Masalembo adalah kapal perang milik TNI Angkatan Laut, KRI Teluk Jakarta 541.
Kapal tersebut tenggelam di kedalaman 90 meter di dekat Pulau Kangean, Jawa Timur pada Selasa (14/7/2020).
Beruntung, dalam musibah dari kapal yang terdiri dari 55 orang ABK tersebut tidak ada satu pun korban jiwa.
Ya, beruntung sebab, saat KMP Tampomas II tenggelam pada Selasa (27/1/1981), terdapat 288 orang korban jiwa yang berasal dari dek bawah.
Namun, Tampomas bukan satu-satunya korban dari 'keangkeran' Segitiga Bermuda versi Indonesia ini.
Seperti Kapal Senopati Nusantara yang tenggelam pada 29 Desember 2006, hilangnya pesawat Adam Air pada 1 Januari 2007, tenggelamnya KM MUtiara Indah pada 19 Juli 2007, KM Fajar Mas pada 27 Juli 2007, KM Sumber Awal pada 16 Agustus 2007, KM Teratai Prima pada 11 Januari 2009, serta KM Mutiara Sentosa I pada 19 Mei 2017.
Rentetan peristiwa itu menempatkan wilayah Masalembo sebagai daerah penuh misteri. Mirip dengan Segitiga Bermuda, hingga memunculkan beberapa mitos juga fakta berikut ini.
Kekuasaan Kerajaan Ratu Malaka
Segitiga Masalembo adalah daerah kekuasaan Ratu Malaka. Sehingga pantang bagi siapa pun untuk melewati tempat itu. Kalau mau selamat, nelayan tersebut membawa sesajen atau persembahan.
Selain itu juga ada yang menyebutkan bahwa daerah perairan itu sebenarnya berada di daerah dimana tempat mahluk halus dan siluman berkumpul. Sehingga daerah itu sering meminta tumbal bagi penghuni di dalamnya.
Beberapa orang yang berhasil melewati wilayah itu dengan selamat menyatakan bahwa mereka melihat penampakan aneh dan misterius, seperti burung besar, ular laut raksasa, naga, dan sejenisnya.
Berada di daerah pertigaan dan ada tiga pulau utama
Kepulauan Masalembo berada di daerah ‘pertigaan’ Laut Jawa dan Selat Makasar. Kepulauan ini terdiri dari tiga pulau utama yaitu Pulau Masalembu, Pulau Masakambing, dan Pulau Keramaian.
Semua kepulauan ini berada di wilayah Kecamatan Masalembu, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur.
Setiap pulau dihuni sekitar satu desa dengan rata-rata penduduk setiap pulau mencapai seribu hingga empat ribu penduduk. Mata pencaharian utama para penduduk di ketiga pulau ini adalah melaut.
Pantangan melaut pada Desember - Juni
Berkembang kepercayaan di masyarakat yang telah dipercayai selama bertahun-tahun. Semisal pantangan waktu bagi para nelayan untuk melaut.
Waktu pantangan itu mencakup antara bulan Desember hingga bulan Juni karena pada saat itu gelombang laut Masalembo sangat tinggi dan besar.
Selain itu masyarakat juga mempunyai istilah ‘garis putih’ untuk menggambarkan daerah yang biasanya paling banyak memakan korban.
Garis putih ini adalah batas wilayah aman bagi nelayan untuk melaut dimana bagian yang dibatasi adalah bagian yang sakral.
Apabila masih ada yang nekat melewati garis putih ini maka nelayan percaya bahwa orang tersebut tidak akan selamat begitupun dengan kapal dan seluruh bawaannya.
Bertemunya beberapa arus laut
Selain beberapa mitos yang mungkin tidak dapat diterima oleh akal sehat, ternyata ada beberapa orang yang telah mengemukakan pengamatannya tentang tragedi ini dari sudut pandang ilmiah.
Sejauh ini, keyakinan terbesar tentang kejadian ini adalah karena kawasan segitiga masalembo adalah tempat bertemunya beberapa arus laut.
Kawasan ini memiliki arus sangat kencang yang berasal dari barat dan terus memanjang ke Laut Jawa.
Selanjutnya dari Selat Makassar terdapat arus utara yang terjadi akibat perbedaan suhu. Dua arus yang berbeda ini kemudian bertemu di Segitiga Masalembo dengan membawa materi lain termasuk sedimen laut.
Selain itu ada kantung udara (air pocket) di wilayah ini, yakni sebuah ruangan berisi udara yang mengalir dengan kecepatan tinggi sehingga mampu menyedot pesawat, kapal, atau benda lain di sekitarnya.
Jika pesawat terbang rendah di wilayah ini maka pesawat tersebut bisa tersedot atau malah terlontar ke atas.
(Agus Surono)