Intisari-online.com - Pada akhir tahun lalu, sebuah aliansi mengejutkan dibentuk oleh China-Rusia.
Negeri beruang merah itu akhirnya memilih untuk merapat menjadi sekutu China, ketimbang menjadi sekutu Amerika dan Barat.
Bahkan dalam sebuah pernyataan, Vladimir Putin telah mengisyaratkan bahwa aliansi China-Rusia akan lebih kuat daripada Amerika.
Gabungan kekuatan kedua negara ini, akan melebihi angkatan darat AS, dengan perbandingan dua banding satu.
Pasalnya China memiliki militer terkuat kedua, sedangkan Rusia adalah militer terkuat ketiga di dunia saat ini.
Aliansi ini tentu membuat Rusia secara tidak langsung menjadi musuh blok Barat.
Selain itu, alasan Rusia tidak memilih untuk bergabung dengan Barat untuk menghancurkan China ternyata ada konspirasi di baliknya.
Menurut Presiden Rusia, Vladimir Putin, ia mencium Uni Eropa (UE) sedang merencanakan suatu konspirasi yang mentargetkan Rusia.
Menurut Moscow Times, Vladimir Putin, meminta Administrasi Keamanan Federal Rusia (FSB) untuk waspada terhadap plot Barat yang mengancam Rusia.
Moscow Times melaporkan, Putin membuat komentarnya ketika hubungan antara Rusia dan Barat turun ke level terendah sejak Perang Dingin.
UE dan AS sama-sama setuju untuk memperluas sanksi terhadap Rusia atas penangkapan pemimpin oposisi Alexei Navalny.
Berbicara kepada pejabat senior FSB, Putin menekankan ancaman yang ditimbulkan oleh Barat, meminta FSB untuk tetap waspada.
"Barat mencoba menghentikan kami dengan sanksi, misalnya di sektor ekonomi," kata Putin.
"Kami menghadapi kebijakan Barat untuk menahan Rusia," katanya.
"Ini bukan persaingan, tetapi rencana agresi Barat yang sangat konsisten untuk memperlambat dan merusak pembangunan Rusia, menabur ketidakstabilan di sepanjang perbatasan kami," kata Putin menambahkan, mengacu pada kemampuan Barat untuk memobilisasi pasukan khusus untuk misi ini.
Putin mengatakan tujuan Barat adalah untuk menimbulkan ketidakstabilan di dalam Rusia, untuk merusak nilai-nilai kohesi sosial di Rusia.
Dengan tujuan akhir merusak dan mengendalikan Rusia dari luar."
Awal bulan ini, Putin menuduh Barat menggunakan pemimpin oposisi Navalny sebagai pion untuk menahan Rusia, mirip dengan strategi Perang Dingin Amerika dalam menangani Soviet.
Dalam pertemuan pada 24 Februari, Putin meminta FSB mempertimbangkan ancaman dari Barat menjadi prioritas utama tahun ini, di samping isu terkait kontraterorisme.
"Penting untuk mencegah segala upaya eksternal untuk merebut hak untuk memutuskan masa depan rakyat Rusia," kata Putin.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengkritik Barat karena tidak sementara mencabut embargo karena pandemi Covid-19 berdampak negatif terhadap ekonomi global.