Intisari-Online.com -Peristiwa Pengepungan Baghdad disebut sebagai titik akhir dari kejayaan Kekhalifahan Islam, sekaligus menjadi peristiwa paling berdarah dalam sejarah.
Setidaknya itulah yang ditulis oleh Jay Hemmingsdiwarhistoryonline.com ketika dirinya menulis kembali sejarah peristiwa yang terjadi tepat 763 tahun silam.
Bagi,Hemmings, selama ini kita selalu menganggap bawha berbagai peristiwa pertempuran yang terjadi selama Perang Dunia I dan Perang Dunia II adalah yang paling kejam.
Begitu pula dengan aksi pembantaian yang dilakukan oleh Hitler di Jerman danPol Pot di Kamboja.
Padahal, menurutHemmings, peristiwa pertempuran paling berdarah yang berlangsung dalam waktu singkat terjadi di Baghdad.
Hanya dalam 1 hari, tepatnya pada 13 Februari 1258, hampir seluruh dari satu juta penduduk kota Baghdad habis dibantai oleh Bangsa Mongol yang memang terkenal sangat barbar.
Siapa sangka,peristiwa yang oleh para sejarawan disebut sebagai pukulan terbesar bagi Dunia Islam inipada akhirnya membawa akhir dari masa Keemasan Islam.
Namun, bagaimana Bangsa Mongol bisa sampai menyerang Baghdad dengan sangat brutal? Benarkah mereka menyimpan dendam?
Peristiwa Pengepungan Baghdad berawal dari ekspedisi penaklukan oleh bangsa Mongol. Bangsa Mongol merupakan bangsa barbar yang hidup di kawasan Asia Tengah.
Pada awal abad ke-13 Masehi, bangsa Mongol bangkit untuk melakukan penaklukan besar di daratan Asia di bawah pimpinan Jenghis Khan.
Pada tahun 1220 Masehi, Jenghis Khan memulai ekspedisinya ke arah Barat dengan menaklukan kota Bukhara dan Samarkhand di Uzbekistan.
Bukhara dan Samarkhand merupakan kota terkaya di wilayah Asia Tengah karena dilewati oleh pedagang besar Cina yang akan menuju ke Barat.
Jenghis Khan dan bangsa Mongol selalu melakukan perusakan dan pembunuhan massal pada setiap ekspedisinya.
Dalam buku Sejarah Islam Klasik (2013) karya Susmihara dan Rahmat, pada tahun 1251 Masehi, ekspedisi bangsa Mongol ke arah Barat dipimpin oleh Hulagu Khan (cucu Jenghis Khan).
Ekspedisi tersebut bertujuan untuk menaklukan Irak, Syria, dan Mesir. Pada bulan Maret 1257 Masehi, Hulagu Khan berhasil mencapai Hamadkan dan menaklukan seluruh kota yang mereka lewati selama perjalanan.
Baca Juga: Berkuasa Lebih dari 600 Tahun, Bagaimana Kekhalifahan Turki Ustmani Bisa Runtuh?
Di Hamadkan, Hulagu Khan mengirim ultimatum terhadap khalifah Al-Mutashim yang memimpin Dinasti Abassiyah.
Isi dari ultimatum tersebut adalah tuntutan kepada khalifah untuk datang dan menyerah kepada bangsa Mongol.
Khalifah Al-Mutashim menolak tuntutan dari bangsa Mongol untuk menyerah dan memilih melakukan perlawanan. Pada Januari 1258, pasukan Hulagu Khan berhasil mencapai daerah perbatasan kota Baghdad.
Setelah itu, Hulagu Khan dan pasuka barbarnnya menyerang Baghdad dengan jumlah yang besar.
Dalam hitungan minggu, pertahanan Baghdad dapat dilumpuhkan dan seisi kota dihancurkan.
Menteri politik Baghdad bernama Ibnu al Alqami menawarkan sebuah perundingan kepada Hulagu Khan demi meredakan kekacauan di Baghdad. Namun usulan tersebut ditolak oleh Hulagu Khan.
Penghancuran Baghdad
Pada 10 Februari 1258 Masehi, Hulagu Khan mengumpulkan seluruh masyarakat dan tentara di pusat kota Baghdad.
Setelah itu, Hulagu Khan melakukan pembunuhan massal dan penghancuran kebudayaan Islam di Baghdad.
Dalam buku Sejarah Peradaban Islam (2015) karya Badri Yatim, kehancuran kota Baghdad menjadi titik keruntuhan Dinasti Abassiyah di kawasan Timur Tengah.
Pada perkembangannya, Hulagu Khan mendirikan sebuah dinasti baru yang berpusat di Irak.
Wilayah kekuasaannya secara horizontal meliputi wilayah Iran ke perbatasan Syria, dan secara vertical dari pegunungan Kaukasus (Georgia) hingga Samudra Hindia.
(Kompas.com)