Intisari-Online.com - Kekhalifahan Turki Ustmani atau Kekaisaran Ottoman memiliki wilayah kekuasaan hingga mencakup sebagian Asia, Afrika, dan Eropa.
Puncak kejayaannya berlangsung pada masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566).
Setelah itu, Utsmani semakin lemah karena pemertakan internal dan kalah perang melawan bangsa Eropa.
Pada 31 Oktober 1918, antara Kekaisaran Ottoman dan Sekutu telah melakukan genjatan senjata, namun tidak menciptakan stabilitas apapun.
Baca Juga: Jose Mujica, Presiden Termiskin di Dunia yang Tak Peduli dengan Penampilan
Inggris menguasai Suriah, Palestina dan Mesopotamia (Irak), bahkan pasukan Inggris, Prancis dan Yunani siap untuk berbaris melintasi perbatasan Bulgaria dan menduduki Ottoman dan Konstantinopel.
Hal itu membuat sang khalifah, sultan Mehmed VI merasa takut karena akan digulingkan.
Sementara pihak sekutu, bagaimanapun tahu bahwa Mehmed VI adalah sultan boneka yang akan digunakan pengaruhnya untuk stabilitas pasca-perang.
Pemerintah Turki Muda, yang ingin menggantikan sistem monarki absolut menjadi monarki konstitusional pimpinan Enver Pasha telah runtuh pada hari-hari menjelang gencatan senjata.
Enver, Kemal Pasha dan Talat Pasha telah melarikan diri dari negaranya untuk mencari perlindungan di Jerman.
Hukum dan ketertiban rusak sepenuhnya di banyak tempat, ketegangan antara etnis dan agama juga meletus menjadi kekerasan.
Sekutu berbaris ke Konstantinopel dengan tujuan menguasai wilayah besar Anatolia.
Baca Juga: Gara-gara Seekor Domba, Uji Coba Nuklir Ilegal Israel Ketahuan Publik
Source | : | New Zealand History |
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR