Intisari-Online.com-Saat ini, Myanmar tengah dilanda darurat pemerintahan.
Pihak militer mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun untuk menjaga stabilitas negara setelah lakukan kudeta militer.
Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi bersama sejumlah tokoh senior Partai National League for Democracy (NLD) ditangkap dalam sebuah penggerebekan, Senin (1/2/2021).
Penangkapan tersebut terjadi setelah meningkatnya ketegangan antara pemerintahan sipil dengan militer dalam beberapa hari terakhir.
Disebut, pangkal masalah ketegangan di Myanmar bermula dari Pemilu November 2020, pemilu demokratis kedua sejak negara itu keluar dari pemerintahan militer pada 2011.
Mengenai kudeta tersebut, Wakil Menteri Pertahanan Jepang Yasuhide Nakayama menyebut sejumlah negara lain berisiko mendorong Myanmar ke pelukan China jika tanggapan mereka terhadap kudeta di negara tersebut mengesampingkan komunikasi dengan pihak militer Myanmar.
"Jika kita tidak melakukan pendekatan ini dengan baik, Myanmar bisa menjauh dari negara-negara demokratis yang bebas secara politik dan bergabung dengan China," katanya.
Jepang yang merupakan pendonor bantuan utama dengan hubungan dekat dekat dengan Myanmar menyerukan pembebasan Suu Kyi dan anggota pemerintahan sipilnya, dan melakukan pemulihan demokrasi.
Nakayama mengatakan setiap langkah untuk menangguhkan program kemitraan Jepang dengan militer Myanmar dapat memberi China kesempatan untuk memberikan lebih banyak pengaruh.
Hal itu berpotensi merusak keamanan di wilayah tersebut.
Nakayama mengatakan, "Jika kita berhenti, hubungan militer Myanmar dengan tentara China akan semakin kuat, dan mereka akan semakin jauh dari negara-negara bebas termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris."
“Saya pikir itu akan menimbulkan risiko bagi keamanan kawasan,” lanjutnya.