Mereka menduga berdasarkan bukti yang ada, kemungkinan predator besar adalah primata, sebab ular telah memengaruhi neurologi dan perilaku primata.
"Sangat menarik untuk berpikir bahwa nenek moyang kita mungkin telah mempengaruhi asal mula senjata kimia pertahanan pada ular," kata pakar bisa ular Nick Casewell dari University of Liverpool, Inggris.
Ironisnya, dengan memahami hubungan evolusi antara racun dan tubuh kita sendiri, kita berada pada posisi yang lebih baik dalam mengidentifikasi mekanisme potensi untuk kelas pengobatan baru.
Sifat analgesik dari bisa ular derik, misalnya, ternyata dapat memberi kesempatan untuk sembuh pada jutaan orang yang hidup dengan nyeri neuropatik.
"Racun penyebab rasa sakit dari bisa hewan dapat menjadi alat yang berguna untuk membantu kita memahami sinyal rasa sakit pada tingkat molekuler," kata ahli biologi molekuler University Queensland, Sam Robinson.
Selain itu, kata dia, manfaat bisa ular juga dapat membantu peneliti mengidentifikasi target baru untuk obat penghilang rasa sakit di masa depan.
Ular sendok atau kobra adalah sebutan khusus untuk semua jenis ular berbisa (Elapidae) yang memiliki kemampuan memipihkan lehernya hingga membentuk seperti sendok atau tudung.
Istilah "ular sendok" umumnya digunakan untuk jenis-jenis Naja.
Akan tetapi, beberapa spesies selain dari genus Naja yang memiliki ciri khas yang sama juga disebut "ular sendok", walaupun spesies-spesies tersebut memiliki nama atau sebutan khusus, misalnya sebutan "ular anang" yang umum untuk spesies Ophiophagus hannah, walaupun bisa juga disebut "kobra raja" atau "ular sendok raja".
Ular sendok dari genus Naja (kobra sejati) tersebar di Afrika, Asia Barat, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR