Intisari-Online.com - Hubungan antara China dan Australia memasuki fase kritik.
Ini terjadi setelah China mengancam akan melakukan 'serangan balasan' terhadap Australia.
Penyebabnya karena Canberra mengutuk penangkapan massal oleh Beijing terhadap 55 politisi dan aktivis di Hong Kong.
Menurut China, apa yang dilakukan Australia sungguh ironi. Mereka mengutuk penangkapan massal tapi tentaranya melakukan tindak kejahatan.
Terbukti ketikaJuru bicara Kementerian Luar Negeri Lijian Zhao mengunggah sebuat foto yang memperlihatkanseorang tentara Australia memegang pisau lalu meletakkannya di tenggorokan seorang anak.
Lalu dia menulis di akun Twitter-nya,bahwa siapa pun yang menghalangi urusan China akan menderita.
"Tekad rakyat China untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorial kami tidak tergoyahkan,"kata Lijian Zhao dalam jumpa pers pada hari Senin.
"Dan kami tidak akan mengizinkan siapa pun atau kekuatan apa pun untuk menghentikan proses penyatuan kembali China."
"Setiap tindakan yang merugikan kepentingan inti China akan ditanggapi dengan serangan balasan yang tegas dan tidak akan berhasil."
Ancaman tersebut adalah yang terbaru dalam konflik dua negara.
China telahmenyebut Australia 'jahat' dan 'terlalu ikut campur' dalam tindakan keras otoriternya.
Tapi Australia membela diri.
Mereka mengutuk penangkapan massal China di Hong Kong, menuduhnya melanggar kewajiban internasionalnya untuk menghormati otonomi kota.
Hong Kong adalah bekas wilayah Inggris yang aturan demokrasinya, hak asasi manusia, dan kebebasan ekonominya dijamin oleh ketentuan perjanjian penyerahan tahun 1997 saat transisi menjadi bagian dari China pada tahun 2047.
Beijing mengumpulkan lawan-lawannya saat fajar di wilayah itu pada 6 Januari karena 'subversi' di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional baru yang diberlakukan pada bulan Juni.
Polisi lalu menangkap lebih dari 50 politisi dan aktivis atas pemungutan suara independen dan tidak resmi pada Juli untuk memilih kandidat demokratis untuk pemilihan legislatif yang telah ditunda.
Beijing memperingatkan pemilu itu mungkin melanggar undang-undang baru yang kontroversial yang menurut para kritikus menghancurkan kebebasan yang ditetapkan di Hong Kong oleh 156 tahun pemerintahan Inggris.
Australia yang marah lalu menghubungimitranya di Kanada, Amerika Serikat (AS), dan Inggris lewatMenteri Luar Negeri Australia Marise Payne.
Ia meminta Beijing untuk melakukan pemilihan umum September mendatang di Hong Kong secara adil dan untuk menjamin hak-hak rakyatnya tanpa takut ditangkap.
"Undang-undang Keamanan Nasional jelas merupakan pelanggaran terhadap Deklarasi Bersama Sino-Inggris dan merusak kerangka' Satu Negara, Dua Sistem," kata pernyataan itu.
"Itu telah membatasi hak dan kebebasan rakyat Hong Kong."
"Jelas bahwa Undang-undang Keamanan Nasional digunakan untuk menghapus perbedaan pendapat dan pandangan politik yang berlawanan."
Retribusi China disuarakan pada Selasa di Twitter Global Times yang menyatakan 'sangat mengutuk' pernyataan bersama tentang penangkapan '53 tokoh anti-pemerintah untuk pemilihan primer ilegal '.
Beijing lalu membalas kalau empat negara musuhnya itu terlaluikut campurdalam 'urusan dalam negeri' mereka.
Sebab, sama seperti Taiwan, China masihmenganggap wilayah otonom khusus transisi Hong Kongsebagai 'urusan dalam negeri'.
Terakhir,Beijing juga marah dengan pemblokiran ambisi ekspansi Pasifik Australia.
Seperti upayanya agar raksasa telekomunikasi China Huawei menyediakan kabel internet bawah laut ke negara-negara Kepulauan Pasifik, dan jaringan 5G Australia.
Pemerintah China menyebut Australia terlalu sombong.
"Tindakan jahat Australia terhadap China telah membuat masyarakat China tidak hanya terkejut tetapi juga jijik."