Intisari-online.com -Energi adalah kunci terpenting kehidupan manusia.
Sejak dahulu kala, manusia berlomba-lomba untuk menciptakan energi untuk kelangsungan hidup semua makhluk.
Manusia lupa, energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.
Semua energi yang ada di dunia sudah semenjak dahulu ada dan hanya berganti bentuk saja.
Namun manusia masih tidak puas, dan mencoba menciptakan sumber energi baru dari nuklir.
Seperti yang telah terjadi di akhir abad ke-20 ini.
Tepatnya di era perang dingin, Uni Soviet dan Amerika Serikat berlomba-lomba untuk menciptakan energi baru.
Sumber energi nuklir kemudian dilirik oleh banyak negara besar saat itu.
Uni Soviet, yang kala itu sudah pecah menjadi Rusia dan negara-negara pecahannya, membangun beberapa reaktor nuklir.
Salah satunya adalah reaktor nuklir di Chernobyl, Ukraina.
Nama reaktor nuklir ini menarik perhatian setelah bencana buatan manusia tahun 1986.
Waktu itu, tepatnya pada April 1986, sebuah ledakan besar terjadi di reaktor nuklir Chernobyl.
Ledakan berawal dari munculnya energi besar yang tiba-tiba muncul.
Ledakan tersebut kemudian membuka inti reaktor nuklir dan akhirnya Eropa dan Uni Soviet segera terselimuti dengan radiasi nuklir.
Para ahli lingkungan menyebut bencana itu sebagai bencana lingkungan buatan manusia terbesar sepanjang sejarah.
Akibat dari ledakan itu begitu buruk: lebih dari 100 ribu warga dievakuasi dan zona larangan masuk (zona eksklusi) sepanjang 20 mil ke segala arah dibangun.
Sampai sekarang zona eksklusi tersebut masih ada dan Chernobyl masih menjadi tempat terlarang untuk dimasuki manusia.
Hal ini karena tingkat paparan radiasi tempat itu begitu tinggi, yang membuat seluruh kota menjadi tidak dihuni.
Tahun 2019 kemarin, seri dokumenter Chernobyl dirilis oleh HBO, yang menceritakan dengan rinci bagaimana bisa terjadi ledakan mengerikan tersebut.
Seri dengan total 5 episode itu juga menceritakan berapa banyak total korban dari bencana nuklir Chernobyl dan cara pemerintah Uni Soviet menutupi bencana itu dari dunia.
Dua pegawai reaktor terbunuh di ledakan tersebut dan 134 lain dirawat dengan paparan radiasi akut.
Dari jumlah itu, 28 meninggal dan 14 lainnya meninggal karena dugaan kanker akibat radiasi pada tahun-tahun berikutnya.
Saat itu segera saluran air yang dilewati Chernobyl ditutup untuk menghindari kontaminasi masuk ke air tanah yang bisa meracuni lebih banyak orang lain.
Pohon-pohon dan hewan-hewan ditumbangkan, dibunuh kemudian dikubur dalam kuburan massal yang telah dilapisi beton untuk menghindari keluarnya senyawa kontaminasi dari jasad hewan-hewan yang membusuk.
Namun upaya untuk mencegah kontaminasi berkelanjutan itu rupanya tidak sepenuhnya berhasil.
Diberitakan dari Daily Mail, kini, 34 tahun kemudian, bencana ini belum berakhir.
Peneliti temukan konsentrasi mengerikan dari strontium 90 dan caesium 137 hampir separuhnya di gandum, jelai, oats dan tanaman gandum lain yang mereka dapat di Ivankiv, sekitar 81 km dari Kiev.
Ivankiv berada sejauh 48 km dari reaktor nuklir Chernobyl, tepat di luar zona eksklusi.
Tiga perempat dari kayu gelondongan juga terpapar strontium 90, melebihi batas ambang resmi.
Senyawa mematikan itu juga ditemukan di jumlah yang banyak di abu kayu, yang digunakan warga lokal untuk pupuk tanaman mereka.
"Kami fokus pada strontium 90 karena senyawa itu yang diketahui kebanyakan ada di tanah dalam bentuk yang tersedia sehingga tidak terikat dan bisa diserap tanaman," ujar Iryna Labunska dari University of Exeter's Greenpeace Research Laboratories.
Mereka melakukan penelitian tersebut dengan Ukrainian Institute of Agricultural Radiology.
Ukraina adalah 'kotak roti' bagi Rusia, istilah kiasan yang berarti sumber pangan bagi Rusia.
Namun Labunska mengatakan pengujian tanaman untuk strontium 90 di Ukraina berakhir 7 tahun yang lalu.
"Orang-orang harus waspada kontaminasi yang masih terjadi dari tanah dan tanaman ini, dan mereka perlu diarahkan mengenai metode remediasi dan budidaya teraman dalam kondisi seperti ini," tambahnya.
Lebih mengerikan lagi, laporan yang dipublikasi di jurnal Environment Internasional mengatakan tingkat kontaminasi akan berlanjut setidaknya sampai 10 tahun medatang.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini