Hal ini bertentangan dengan adat Minangkabau.
Mande Siti yang merupakan tokoh sentral dalam perjuangan ini, bersama suaminya Rasyid dan masyarakat Manggopoh kemudian melakukan penyerangan ke markas tentara Belanda.
Mande Siti rela mengumpankan dirinya demi negeri yang dicintainya.
Ia pun terpaksa meninggalkan buah hatinya yang sedang erat menyusu.
Dala berjuang untuk negeri, Mande Siti rela memberikan jiwa dan raganya tanpa memikirkan imbal balik atas perjuangannya.
Pada 16 Juni 1908, rupanya malam yang semakin gelap akan menjadi saksi para pejuang dalam menumpas musuh.
Siti Manggopoh kemudian menyusup ke markas Belanda yang sedang berpesta.
Ia menyelipkan ruduih (senjata sejenis Golok yang berasal dari kebudayaan masyarakat Minang) dipingganngnya yang siap merobek perut musuh.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR