Intisari-online.com -Akhir tahun 2020 ini, sepertinya hubungan kerja sama China dengan negara Asean semakin kuat.
Hal ini terbukti dari kesepakatan China, Asean dan negara-negara Asia Pasifik dalam kesepakatan perdagangan dengan nama RCEP.
Kini, China telah memperkuat sinyal bahwa mereka siap bekerja dengan tetangganya untuk menciptakan zona bebas senjata nuklir di Asia Tenggara.
Kesepakatan ini datang dua puluh tahun setelah penolakan perjanjian regional yang sebelumnya ada.
Pengamat melihat hal ini sebagai aksi China dalam persaingannya dengan AS, sehingga berupaya memperluas pengaruh mereka di wilayah yang bersangkutan.
Meski begitu, mungkin hal ini menjadi cara Asean untuk membungkam China.
Dua puluh lima tahun yang lalu, Pakta Zona Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara telah ditandatangani oleh 10 anggota Asean.
Pakta ini ditandatangani untuk menciptakan wilayah Asean yang bebas senjata nuklir serta menjadi sekutu netral di kompetisi negara-negara besar.
Negara kekuatan nuklir seperti China dan AS bebas tandatangani protokol yang menyebutkan tidak akan melanggar pakta tersebut tapi sejauh ini tidak ada dari mereka yang sudah melakukannya.
Hal ini sebagian besar dikarenakan atas perbedaan mengenai jaminan keamanan dan definisi teritori tersebut, serta utamanya karena sengketa Laut China Selatan.
Dahulu, Beijing mengatakan mereka tidak setuju dengan dihapusnya pembatasan zona tersebut, tapi kini Beijing bersedia melanjutkan pembicaraan dengan Asean.
Rabu kemarin, Fu Cung, direktur departemen pengelolaan senjata di dalam kementerian luar negeri China, mengatakan Beijing sedang bersiap-siap menawarkan protokol ini.
"Ya, China siap menjadi yang pertama tandatangani Protokol untuk Pakta Zona Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara," jelas Fu dalam cuitannya membalas pertanyaan Hans Kristensen, direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika di Washington.
Di bawah protokol itu, penandatangan wajib tidak akan mengembangkan, memproduksi atau memiliki senjata nuklir di zona pakta.
Menguji atau menggunakan senjata nuklir juga dilarang di manapun selama di dalam atau di luar zona pakta yang mencakup landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif, sebuah perbatasan yang diperdebatkan dengan sengit oleh China dan beberapa anggota Asean.
Konflik Laut China Selatan memang semakin tegang dan mulai muncul kekhawatiran jika negara-negara di wilayah itu harus mengambil sikap.
Ini bukan pertama kalinya Beijing memberi sinyal akan tandatangani sebuah protokol, tapi komitmen ini terbilang aneh.
Pasalnya hubungan China terbilang sedang sangat buruk dengan AS saat ini, terutama di dalam konflik Laut China Selatan yang melibatkan negara-negara Asean.
Sejauh ini diketahui, China mengkalim hampir 90% wilayah Laut China Selatan, sebuah tindakan yang kemudian ditantang oleh AS dan sekutu mereka.
Tantangan inilah yang meningkatkan risiko konflik regional.
Tak hanya itu, muncul kekhawatiran jika negara-negara di wilayah itu harus mulai memihak.
Namun, ada juga perkiraan jika China bergabung dengan pakta itu secara simbolis saja.
Zhao Tong, rekan di program kebijakan nuklir di Carnegie-Tsinghua Centre for Global Policy di Beijing mengatakan jika dengan bergabung akan menjadi tindakan simbolis.
Serta hal ini hanya berpengaruh sedikit saja dalam penyelesaian ketegangan wilayah China dengan Asean.
"China sering secara bebas memaknai ganda di berbagai bentuk pakta, sehingga pakta yang satu ini kemungkinan tidak akan mengubah kebijakan nuklir China.
"Serta, pakta ini jelas tidak akan berpengaruh besar dengan bagaimana negara kami sebutkan batas-batas kami," ujar Zhao.
Selanjutnya ia mengatakan China juga punya motif lain.
China bisa saja mencoba menjauhkan diri mereka dari negara nuklir lain, yaitu Perancis, Rusia dan Inggris.
Tujuannya adalah menampilkan diri mereka sosok yang baik dan bertanggung jawab bagi Asean.
Ada kesepakatan tidak tertulis di lima negara nuklir yang mengatakan jika mereka akan selalu bersatu dalam hal isu eksternal seperti pakta-pakta seperti itu.
Dan jika China siap tandatangani suatu pakta, maka China bisa jadi sedang mencoba menunjukkan ketegangan di dalam konsensus 5 negara.
"Jika persaingan dengan AS terus meningkat, China mungkin memiliki pasokan diplomasi lebih banyak untuk mempermalukan AS.
"China mungkin akan menggunakan kesempatan itu untuk tunjukkan AS harus menyeret kakinya dari perairan internasional untuk keuntungan mereka," papar Zhao.
Saat ini China disebut Zhao sedang berusaha merogoh hati Asean.
Meski begitu, pakar di program keamanan maritim di Nanyang Technological University di Singapura, Collin Koh mengatakan jika Asean tetap akan sulit percaya dengan Beijing.
"Tanpa tandatangai pakta itu, isu kepercayaan masih ada dan faktor ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja dengan Beijing mulai tandatangani pakta Asean," ujar Koh.
"Dalam hal apapun, tandatangani atau tidak, Washington tidak menginginkan mengurangi kebebasan mereka di laut, lebih menahan aktivitas militer dengan aset apapun yang mereka beli untuk kepentingan mereka di situ."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini