Intisari-online.com - Kharisma Presiden Soekarno dalam memimpin Indonesia memang luar biasa.
Banyak negara-negara barat yang segan kepada Indonesia, selama dipimpin oleh Presiden Soekarno.
Hal itu tak lain karena keberaniannya dalam menentang imperialisme, dan segala bentuk kolonialisme.
Selain itu, Soekarno juga dikenal cukup dekat dengan Uni Soviet, hal itu terbukti dari beberapa senjata militer yang dimiliki Indonesia pada era Soekarno, berasal dari Uni Soviet.
Pada masa konfrontasi antara 1962-1966, kemampuan angkatan laut Indonesia juga naik drastis secara kualitas dan kuantitas.
Armada tempur indonesia diperkuat dengan akuisisi oleh Uni Soviet, termasuk mendatangkan kapal perusak, kapal penjelajah, fregat, kapal rudal serang cepat hingga kapal selam.
Marinir Indonesia juga diperkuat dengan senjata amfibi lapis baja, dan helikopter untuk angkatan laut yang diboyong langsung dari Uni Soviet.
Untuk pendatangan alutsista angkatan laut, tahun 1959, empat kapal perusak kelas Skory, didatangkan dari Polandia.
Lalu kapal yang kelima dibeli tahun 1962 dan dua lainnya pada tahun 1964.
Dibangun pada awal hingga pertengahan 1950-an, mereka sudah dilengkapi meriam 5,1", dan memiliki kecepatan maksimum kapal 33 knot.
Angkatan laut Indonesia juga medatangkan 12 fregat.
Empat dibuat di Italia pada tahun 1958, sebanyak 2 kelas 'Surapati' dengan senjata 4", kecepatan maksimum 22 knot.
Lalu 2 kelas 'Pattimura' dengan senjata 3", dengan kecepatan maksimum 18 knot.
Dua kelas 'Riga'diboyong dari Uni Soviet pada tahun 1962, kemudian 2 lagi pada tahun 1963 dan 4 pada tahun 1964, dengan senjata 3,9", dan kecepatan tertinggi 28 knot.
Ada juga 17 Corvette, empat belas korvet tipe 'Kronstadt' bekas Uni Soviet diakuisisi pada tahun 1958.
Dibangun antara tahun 1951 dan 1954, mereka memasang meriam 3,9", dengan kecepatan kapal 24 knot.
Pada tahun yang sama mereka memperoleh yang pertama dari empat korvet PC bekas AS yang dibuat pada tahun 1942/43, dan satu kapal penjelajah kelas Sverdlov dipindahkan ke Indonesia.
Awalnya kapal itu hendak diperbaiki secara ekstensif, namun angkatan laut Indonesia tidak mampu membayarnyasehingga dikirim sebagaimana adanya pada tahun 1962.
Setelah transisi satu tahun, kapal tersebut secara resmi ditugaskan kembali dengan nama Irian.
Ditugaskan untuk melakukanpencegahan terhadap kapal penjelajah Belanda, sampai batas tertentu hal itu benar-benar berhasil.
Namun, kelembaban dan lumpur, air salinitas tinggi mendatangkan malapetaka pada kapal.
Pada tahun 1964 kapal itu tertatih-tatih kembali ke Dalzovod, Uni Soviet, untuk perbaikan dengan hanya tiga boiler yang masih berfungsi.
Para insinyur Soviet terkejut dengan kondisi Irian yang buruk, yang tampaknya tidak mendapat perawatan di Indonesia.
Setelah perbaikan kapal kembali ke Indonesia, tapi tak lama kemudian Soeharto mengambil alih negara dan memotong dana angkatan laut.
Iriandijadikan sebagai kapal barak, kemudian tongkang penjara, untuk beberapa waktu sebelum dinonaktifkan.
Kapal kosong itu kebanjiran badai tahun 1970 dan hancur.
Selain itu, antara tahun 1959 dan 1962 Indonesia memperoleh total 14 kapal selam jarak jauh bekas USSR kelas W.
Salah satunya dirombak di Surabaya pada tahun 1960, dengan bantuan teknis Soviet.
Saat menerima empat finalis pada tahun 1962, dilaporkan bahwa hanya enam yang akan beroperasi, dengan enam disimpan sebagai cadangan dan dua digunakan untuk suku cadang.
Kebijakan kanibalisasi suku cadang ini akan diterapkan secara kejam kepada seluruh armada Indonesia di tahun-tahun mendatang.
Kelas 'W' dipersenjatai dengan senjata, 2,4 inci terberat, dan torpedo, 4 tabung ke depan dan 2 buritan.
Memiliki kecepatan maksimum 17 knot di permukaan, 15 knot saat teggelam.
Indonesia mulai mengoperasikan kapal selam pada awal 1960-an dengan kapal kelas Whiskey diperoleh sebagai bagian dari bantuan militer Soviet.
Kapal-kapal tersebut segera beraksi melawan Dutch West Guinea pada tahun 1961-1962, dan melawan Malaysia dan pasukan Persemakmuran Inggris selama Konfrontasi (Konfrontasi) pada tahun 1963-1966.