“Selama ini dia pergi selalu tetap pulang,” kata Nasiran di rumahnya. Kali ini, kepergian Kemisan begitu lama. Ia pergi tepat satu tahun.
Di rentang itu, ibunya meninggal dunia tanpa kehadiran Kemisan.
Keluarganya masih optimis Kemisan bakal pulang suatu waktu nanti.
“Dia pergi ke mana-mana jalan kaki,” kata Nasiran.
Kemisan rupanya sampai Surabaya. Kalirejo, Kulon Progo – Surabaya itu jaraknya sekitar 400 kilometer.
Di sana, ia terjaring operasi Satpol PP satu tahun lalu. Kondisinya memprihatinkan.
Kemisan sakit kulit parah, penuh bintik putih dan gatal. Ia langsung masuk panti rehabilitasi.
Perubahan terjadi selama satu tahun perawatan. Kemisan sudah mulai bisa diajak bicara.
“Setelah perawatan setahun baru bisa diajak komunikasi. Ia mengaku berasal dari Kokap, Kulon Progo. Dinsos Surabaya menghubungi Dinsos Wates melalui Kasi Rehabilitasi, lalu disampaikan ke saya untuk melaksanakan asesmen.
Kemudian, Kemisan diterima Dukuh (kepala dusun) dan kakaknya,” kata Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Kokap, Taufik via pesan.
Sejak itu, ia punya kesempatan kembali ke Kulon Progo. Dinsos Surabaya, kata Taufik, membawanya ke Kulon Progo dan tiba Rabu (2/12/2020) malam.
Dukuh Plampang 2, Dwi Wuryaningsih menceritakan bahwa Kemisan berlatar belakang seorang lulusan SMP.
Ia bisa membaca dan komunikasinya cukup baik.
Ia bahkan mengenal alamat rumah hingga identitas dirinya.
Komunikasi dengan Kemisan bisa dua arah.
Ini menyiratkan kondisi baik pada dirinya. Namun, Kemisan memang memiliki riwayat sakit syaraf pada otak di masa lalu. Pernah berobat dan menjalani terapi obat yang panjang.
“Dua Minggu sebelum kepulangan, saya mendapat kabar tentang keberadaan Kemisan di Surabaya. Saya beritahu keluarga bahwa Kemisan baik-baik saja,” kata Dwi via telepon.
Pekerjaan rumah
Persoalan orang dengan gangguna jiwa menjadi pekerjaan rumah rutin bagi pemerintah kelurahan Kalirejo.
Lurah Kalirejo, Lana mengungkapkan, ada 49 difabel dengan gangguan jiwa di desanya. Lana mengungkapkan, Kemisan salah satunya.
Kemisan bukan penderita yang berat, namun ringan.
Pengobatannya sudah berlangsung lama.
“Kami pernah membawa Kemisan ke RS Grahsia dan Magelang untuk dirawat,” kata Lana di kantornya.
Lana menceritakan, pemerintah memberikan perhatian besar pada para ODGJ di desanya.
Pasalnya, mayoritas mereka berusia produktif. Rata-rata tidak mendapat perhatian serius dari keluarga.
Akibatnya, pemerintah desa (Pemdes) dan pedukuhan berupaya ekstra membantu pengobatan bagi para penderita.
Pemdes mendorong agar difabel gangguan jiwa tetap rutin berobat sehingga tetap bisa turut berkarya di desa dan berkembang bersama warga kebanyakan.
Lana menceritakan, para pamong desa (pejabat desa) juga punya banyak cara untuk membantu, mulai dari memberi perhatian ekonomi bagi para penderita, hingga mendorong kinerja sebuah lembaga kesejahteraan sosial (LKS) yang menangani penderita gangguan jiwa.
Tidak mudah. Hasilnya ada yang sembuh tapi malah jadi pengemis, juga ada yang kambuh lagi. Ada yang memang sakit permanen.
Namun, yang utama sejatinya perhatian serius dan dukungan penuh dari keluarga si penderita.
“Tapi saya pastikan tidak ada yang dipasung (di Kalirejo). Akibatnya risiko sering pergi-pergi,” kata Lana. (Kompas.com/Dni Julius Zebua)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Satu Tahun Hilang, Kemisan Rupanya Jalan Kaki 400 Km dari Kulon Progo ke Surabaya"
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR