Advertorial
Intisari-Online.com - Ketegangan yangmeningkat antara China dan Amerika Serikat (AS) di Laut China Selatan ternyata menyita perhatian negara lain.
Terutama jika hubungan keduanya pecah danmenjadi konflik bersenjata.
Hal itu dikatakan Menteri Pertahanan Filipina.
Dilansir dariexpress.co.uk pada Jumat (27/11/2020), Menteri Pertahanan FilipinaDelfin Lorenzanamengatakan persaingan yang intens antara Beijing dan Washington adalah masalah keamanan utama.
Sebab keduanya berkonflik di wilayah yang bergejolak.
Sehingga dia memperingatkan negaranya akan menanggung beban terbesar dari setiap eskalasi permusuhan.
"Jika perang pecah, maka Filipina - yang tepat di tengah konflik - akan terlibat apakah dia suka atau tidak," ucap Lorenzana.
"Ini adalah inti dari tantangan keamanan di kawasan Indo-Pasifik, konfrontasi yang membayangi AS dan sekutunya, serta China untuk Laut China Selatan."
Kedua belah pihak baru-baru ini meningkatkan aktivitas militer di jalur air strategis.
Baca Juga: Ditangkap KPK dan Jadi Tersangka,Ternyata Kekayaan Edhy Prabowo Ditaksir Capai Rp7,4 Miliar
China telah meningkatkan frekuensi patroli penjaga pantai bersenjatanya.
Sementara pekan lalu AS menerbangkan dua pembom berat supersonik ke zona identifikasi pertahanan udara China di timur laut Taiwan.
"Ketakutan dan salah perhitungan selalu ada."
"Seperti tabrakan dekat dua fregat milik AS dan China dua tahun lalu," ungkapLorenzana.
Pada 2018, sebuah kapal perusak China nyaris bertabrakan dengan kapal perang AS yang melakukan patroli "kebebasan navigasi" di Laut China Selatan.
China terus menegakkan klaimnya atas Laut China Selatan, termasuk Laut Filipina Barat, meskipun ada klaim teritorial dari Manila dan tetangga regional Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada umumnya berhenti menantang Beijing atas ketegangan ototnya di kawasan itu sebagai imbalan atas investasi China.
Tetapi dia menghadapi reaksi balik yang meningkat setelah manfaat finansial yang dijanjikan gagal terwujud.
Analis keamanan memperingatkan perang dagang Donald Trump dengan Beijing telah menempatkan Filipina dalam posisi yang sulit.
Ini karena mereka tidak ingin membuat marah China tetapi pada saat yang sama membutuhkan AS untuk menjaga keseimbangan kekuatan di Laut China Selatan.
Tapi Kekalahan Trump dari Joe Biden dalam pemilihan AS berarti Duterte sekarang harus mempertimbangkan bagaimana menangani kepentingan Amerika di wilayah tersebut.
Dia sudah dua kali menangguhkan keputusan untuk membatalkan Perjanjian Pasukan Kunjungan yang telah berusia dua dekade yang menetapkan aturan untuk pasukan AS yang beroperasi di negaranya.
Mantan panglima militer Emmanuel Bautista mengakui tekanan yang terus meningkat yang dialami Manilla.
“Kami membutuhkan investasi China untuk infrastruktur dan ekonomi kami," ucapEmmanuel Bautista.
"Tapi kita tidak bisa membahayakan keamanan nasional."
“Kita perlu memiliki kebijakan nasional tentang penguasaan industri strategis."
"Kami perlu melindungi aset strategis dan juga melindungi dari arus masuk besar-besaran warga negara asing dari satu negara apakah itu China atau lainnya."
Pensiunan jenderal memperingatkan China akan "merebut" Filipina untuk tujuan strategis jika ketegangan antara Beijing dan Washington benar-benar memanas menjadi konflik militer.
Dia mengatakan dan forum online bahwa lokasi Filipina menjadikannya "medan utama" bagi AS dan China.
“Dengan asumsi segala sesuatunya menjadi tidak terkendali dan mengakibatkan perang penembakan, China akan merebut Filipina."
"Jika Anda ingin mempengaruhi Laut China Selatan, Anda perlu mengontrol titik-titik penghambat ini," tutupEmmanuel Bautista.
Ketakutan WW3: Konflik bersenjata yang 'Membayangi' di Laut Cina Selatan, peringatan yang dikeluarkan oleh Menteri PertahananKetegangan yang meningkat antara China dan AS di Laut China Selatan dapat dengan mudah meluas menjadi konflik bersenjata, menurut menteri pertahanan Filipina.