Advertorial

Masa Jabatan Tinggal 2 Bulan, Trump Masih Saja Ngeyel Berniat Serang Situs Utama Nuklir Iran, Tapi Batal

Tatik Ariyani

Editor

Intisari-Online.com - Masa jabatan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) akan segera berakhir.

Meski hanya memiliki sisa masa jabatan dua bulan, Presiden AS Donald Trump pada pekan lalu meminta opsi untuk menyerang situs nuklir utama Iran.

Namun menurut seorang pejabat AS, Trump akhirnya memutuskan untuk tidak mengambil langkah dramatis tersebut.

Melansir Reuters, Trump mengajukan permintaan tersebut selama pertemuan Oval Office pada hari Kamis pekan lalu yang dihadiri pembantu keamanan nasional utamanya, termasuk Wakil Presiden Mike Pence, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, penjabat baru Menteri Pertahanan Christopher Miller dan ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley.

Baca Juga: India Pernah Kehilangan 7000 Tentaranya karena Lawan China, Lebih dari Setengah Abad Berlalu, Ini Perbandingan Kekuatan Militer China dan India

Trump, yang menolak untuk menyerah dan menantang hasil pemilihan presiden 3 November, akan menyerahkan kekuasaan kepada Presiden terpilih dari Partai Demokrat Joe Biden pada 20 Januari.

Pejabat itu mengonfirmasi adanya pertemuan itu kepada The New York Times, yang melaporkan para penasihat membujuk Trump untuk tidak melanjutkan penyerangan karena risiko konflik yang lebih luas.

“Dia meminta pilihan. Mereka memberinya skenario dan dia akhirnya memutuskan untuk tidak maju,” kata pejabat itu.

Gedung Putih menolak berkomentar.

Baca Juga: Telur Memang Menyehatkan, Tapi Mana Olahan yang Lebih Sehat, Apakah Ceplok, Dadar, Orak-arik, atau Cukup Direbus Saja? Ini Dia Jawabannya!

Mengutip Reuters, Trump telah menghabiskan empat tahun masa kepresidenannya dengan terlibat dalam kebijakan agresif terhadap Iran, menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018 yang dinegosiasikan oleh pendahulunya dari Partai Demokrat, Barack Obama, dan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap berbagai macam target Iran.

Permintaan Trump untuk opsi penyerangan datang sehari setelah laporan pengawas PBB menunjukkan Iran telah selesai memindahkan aliran pertama sentrifugal canggih dari pabrik di atas tanah di situs pengayaan uranium utamanya ke pabrik bawah tanah, dalam pelanggaran baru kesepakatan nuklir 2015 dengan kekuatan utama.

Alireza Miryousefi, juru bicara misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, mengatakan program nuklir Iran murni untuk tujuan damai dan penggunaan sipil dan kebijakan Trump tidak mengubah itu.

"Namun, Iran telah terbukti mampu menggunakan kekuatan militernya yang sah untuk mencegah atau menanggapi setiap petualangan melankolis dari penyerang mana pun," tambahnya seperti yang dikutip Reuters.

Stok 2,4 ton uranium pengayaan rendah Iran sekarang jauh di atas batas kesepakatan 202,8 kg.

Baca Juga: Pria yang Diyakini Sebagai Letnan Tertinggi Al-Qaeda Ini Telah Dibunuh di Iran oleh Israel, Tapi Iran Justru Mengelak dengan Alasan Ini

Dan kini Iran menghasilkan 337,5 kg uranium di kuartal ini, lebih sedikit dari produksi dua kuartal sebelumnya yang mencapai 500 kg lebih yang tercatat oleh Badan Energi Atom Internasional.

Pada Januari, Trump memerintahkan serangan drone AS yang menewaskan Jenderal Iran Qassem Soleimani di bandara Baghdad.

Namun dia telah menghindar dari konflik militer yang lebih luas dan berusaha menarik pasukan AS dari hotspot global untuk memenuhi janji untuk menghentikan apa yang dia sebut "perang tanpa akhir."

Serangan ke situs nuklir utama Iran di Natanz dapat memicu konflik regional dan menimbulkan tantangan kebijakan luar negeri yang serius bagi Biden.

Tim transisi Biden, yang tidak memiliki akses ke intelijen keamanan nasional karena penolakan pemerintahan Trump untuk memulai transisi, menolak berkomentar.

Artikel ini telah tayang di Kontan.id dengan judul "Donald Trump berniat serang situs utama nuklir Iran, tapi batal"

Baca Juga: Buat Para Pecinta Tanaman, Letakkan 7 Tanaman Hias ini di Kamar Tidur, Rasakan Perbedaannya pada Kualitas Tidur Anda, Mau Coba?

Artikel Terkait