Advertorial
Intisari-online.com - Selama tahun 2020 Laut China Selatan memang menjadi wilayah yang disoroti dunia.
China gencar menyebarkan klaim atas wilayah Laut China Selatan hingga menimbulkan keresahan akan terjadinya perang.
Amerika Serikat dan negara-negara yang bersengketa berusaha menghentikan militerisasi agresif China di wilayah tersebut.
Para ahli politik menyatakan kekhawatirannya akan potensi meletusnya Perang Dunia III, setelah calon potensial Pimpinan Pentagon dari tim Joe Biden mengklaim AS harus dapat "menenggelamkan semua" kapal China dalam 72 jam untuk meningkatkan pencegahan.
Express.co.uk memberitakan, Michele Flournoy, sebelumnya seorang wakil menteri pertahanan dalam pemerintahan Obama, telah diangkat sebagai calon Menteri Pertahanan di bawah Presiden AS terpilih Joe Biden.
Namun, Flournoy sebelumnya menyarankan pasukan Amerika harus ditempatkan di Laut China Selatan untuk meningkatkan pencegahan.
Perairan yang diperebutkan itu telah menjadi pusat keterlibatan AS di Indo-Pasifik, dengan staf senior Presiden Donald Trump dan pejabat China memperdebatkan klaim "kedaulatan" di laut.
Dalam tulisannya di jurnal Foreign Affairs awal tahun ini, Flournoy menyerukan peningkatan kehadiran angkatan laut Amerika di Laut Cina Selatan.
Ia mengatakan bahwa Washington kehilangan kemampuan untuk melawan agresi militer Beijing di perairan yang diperebutkan.
Sebagai hasil dari keyakinan kuat yang dipegang Beijing tentang penurunan kekuatan AS, Flournoy mengusulkan bahwa AS harus meningkatkan pencegahan di wilayah tersebut untuk melawan stigma tersebut.
"Misalnya, jika militer AS memiliki kemampuan secara kredibel mengancam untuk menenggelamkan semua kapal militer, kapal selam, dan kapal dagang China di Laut China Selatan dalam waktu 72 jam, para pemimpin China mungkin berpikir dua kali sebelum, katakanlah, meluncurkan sebuah blokade atau invasi Taiwan; mereka harus bertanya-tanya apakah layak mempertaruhkan seluruh armada mereka," tulis Flournoy.
Baru-baru ini, ia juga menegaskan kembali sikap anti-China dan keinginannya untuk pertahanan Amerika yang lebih kuat di Indo-Pasifik.
Dalam sebuah wawancara dengan Defense News, Flournoy berkata: "Kita harus memiliki keunggulan yang cukup, yang pertama dan terpenting kita dapat mencegah China menyerang atau membahayakan kepentingan vital kita dan sekutu kita. Itu berarti tekad."
Namun mantan wakil menteri itu juga menginginkan perubahan dari pandangan "buram" pemerintahan Trump tentang China, dan menyatakan keinginan untuk beberapa kerja sama antara Beijing dan Washington.
"Ada serangkaian ancaman, apakah itu mencegah pandemi berikutnya, atau menangani perubahan iklim, atau berurusan dengan proliferasi nuklir Korea Utara di mana, suka atau tidak, kita harus berurusan dengan China sebagai mitra atau kita tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut," ujarnya.
Joe Biden kalahkan Donald Trump dalam Pemilu Presiden Amerika
Di sisi lain, para pengamat telah mendinginkan usulan Flournoy terkait kehadiran besar Angkatan Laut AS di Laut China Selatan, dengan mengatakan China siap untuk membalas jika AS secara besar-besaran meningkatkan pencegahan maritim.
Wu Xinbo, direktur Pusat Studi Amerika Universitas Fudan berkata kepada South China Morning Post: "Ancaman seperti itu hampir tidak dapat bekerja, karena PLA telah dan selalu memperhitungkan campur tangan Amerika secara langsung ketika merencanakan operasi militer di Taiwan."
Collin Koh, seorang peneliti dari S. Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University Singapura, sudah memprediksi sikap Flournoy dan pemerintahan baru Biden terhadap China.
"Terlepas dari siapa yang ada di Gedung Putih, kemampuan untuk mempertahankan pencegahan yang kredibel dan jika perlu, mengalahkan agresi (Tentara Pembebasan Rakyat) terhadap Taiwan sesuai dengan Undang-Undang Hubungan Taiwan, akan dipandang sebagai hal yang disepakati," papar Koh seperti dikutip Express.co.uk.
Biden, setelah mengalahkan Trump dalam pemilihan presiden AS, telah menjelaskan bahwa dia akan tegas pada China dengan cara yang sama seperti pendahulunya.
Baca Juga: Merasa Sangat Panas Akhir-akhir Ini? Begini Penjelasan BMKG Terkait Panasnya Cuaca di Indonesia
Selama kampanye Demokrat, dia mengecam Presiden China Xi Jinping sebagai "preman" dan berjanji untuk memimpin kampanye internasional untuk "menekan, mengisolasi, dan menghukum China".
Biden juga bersikap brutal dalam penilaiannya terhadap penahanan dan perlakuan China terhadap Muslim Uighur, yang dia anggap sebagai "genosida".
Tapi mantan Wakil Presiden itu juga diharapkan mengejar "kepentingan nasional" AS dan berkolaborasi dengan China dalam kebijakan perubahan iklim.
Di bawah pemerintahan Trump, Washington telah meningkatkan tekanan terhadap Beijing di Laut China Selatan.
Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri Trump, mengecam klaim China atas "kedaulatan" atas perairan yang disengketakan.
"Kami tekankan, klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan sepenuhnya melanggar hukum, seperti kampanye penindasan untuk mengontrol mereka."
Sebagai bagian dari kebijakan anti-China ini, AS juga telah meningkatkan penjualan senjata ke Taiwan tahun ini, sehingga membuat marah Beijing.
Pada tahun 2020, AS telah menjual senjata dan kendaraan senilai US$ 4,981 miliar ke Taiwan, di mana transaksi yang terbaru adalah 100 Harpoon Coastal Defense Systems seharga US$ 2,37 miliar.
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul:"Calon Menhan: AS harus dapat tenggelamkan semua kapal China di Laut China Selatan."