Bisa dipastikan mereka yang akan mengisi posisi di Departemen Luar Negeri dan Dewan Keamanan Nasional adalah alumni pemerintahan Obama atau berbagi pendapat tentang Timur Tengah.
Sama pasti bahwa, setidaknya, tim kebijakan luar negerinya akan memasuki kembali kesepakatan nuklir Iran dan kemungkinan berusaha untuk menghidupkan kembali hubungan AS yang sekarat dengan Otoritas Palestina.
Tetapi masih ada kemungkinan, karena juru bicara kebijakan luar negeri kampanye utama Biden Anthony Blinken (favorit saat ini menjadi Penasihat Keamanan Nasionalnya) telah mengisyaratkan bahwa Amerika Serikat akan mempertahankan sanksi yang diberlakukan terhadap Iran oleh Trump.
Itu berarti tugas paling penting bagi Israel dan kelompok Yahudi di bulan-bulan mendatang bukanlah untuk melawan pertempuran politik 2015.
Sebaliknya, itu harus berusaha untuk meyakinkan Biden bahwa dia tidak tergoda untuk menghapus 'kemajuan' empat tahun terakhir.
Yakni kemajuan yang dibuat untuk menekan Iran untuk merundingkan kembali kesepakatan nuklir tersebut sehingga menghapusnya dari klausul sunset yang menempatkan Teheran pada jalur tertentu untuk mencapai ambisi nuklirnya.
Demikian pula, tentang masalah Palestina, akan bijaksana bagi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pro-Israel Amerika untuk berasumsi, benar atau salah, bahwa Biden tidak menganggap dirinya terikat untuk mengambil keputusan untuk kebijakan Obama yang dia tahu adalah kegagalan yang luar biasa.
Dukungan Biden untuk Israel selalu dikondisikan oleh desakannya bahwa dia tahu lebih baik daripada para pemimpin negara Yahudi tentang apa yang terbaik untuk negara mereka.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR