Advertorial
Intisari-Online.com - ‘Skenario kiamat’ terkait Pilpres AS yang selama ini digaungkan oleh rakyat Amerika Serikat kini seolah makin menjadi nyata.
Selama berminggu-minggu menjelang pemilu, Donald Trump telah mengatakan bahwa jika selisih perolehan suara dalam pemilihan presiden tipis, ia akan menuduh lawannya dari Partai Demokrat melakukan kecurangan pemilu dan berusaha mencuri kemenangan darinya.
Pada Rabu (04/11/2020) dini hari, dia melakukan itu: kendati jutaan surat suara yang sah belum selesai dihitung, ia mengumumkan kemenangannya sebelum waktunya.
"Kami sudah bersiap-siap untuk memenangkan pemilihan ini. Terus terang, kami sudah memenangkan pemilihan ini," kata Trump dalam pidato di Gedung Putih.
Kini, saat hasil Pilpres terbaru menunjukkan Joe Biden telah mengumpulkan 264 suara elektoral berbanding 214 milik Trump, kerusuhan pecah di AS.
Biden sendiri paling mendekati syarat untuk dapat melenggang ke Gedung Putih, yaitu meraup minimal 270 electoral votes.
Kondisi ini, bayang-bayang kekalahan Donald Trump yang diiringi oleh ancamannya, membuat AS bergejolak.
Demonstrasi, yang melibatkan demonstran yang menenteng senjata api, meledak hebat.
Polisi negara bagian Oregon bersama Garda Nasional dengan truk kamuflasenya bentrok dengan massa di sekitar Portland.
Setidaknya 10 orang ditangkap dalam kerusuhan saat pemilihan presiden Amerika Serikat ( pilpres AS) ini.
Portland sebelumnya telah ditempatkan dalam siaga tinggi oleh Gubernur Kate Brown, menyusul maraknya demo di sana sejak musim panas.
Kemudian di kerusuhan terbaru ini, sekelompok pengunjuk rasa memecahkan kaca jendela toko-toko, lalu seorang pria yang diyakini melempar bom Molotov telah ditahan.
Kantor Sheriff Multnomah County melaporkan, kerusuhan meluas dan polisi dilempari botol kaca saat mendekat ke arah demonstran.
Jurnalis AFP di lokasi kejadian menyaksikan dua penangkapan di sudut jalan, dan salah satu yang ditangkap bernama Michael Ream dengan wajah berlumuran darah.
"Ini sama seperti biasanya, perlakuan kasar dari polisi dan warisan mengerikan yang mereka bawa setiap hari," ucap mahasiswa S3 itu kepada AFP saat polisi memborgolnya.
Kemudian, saat ditanya apakah dia turun ke jalan karena pilpres Amerika, dia menjawab, "Lebih kurang begitu. Saya sudah tidak lama ikut demo."
Portland menjadi tempat bentrokan beberapa bulan terakhir, antara polisi dan massa yang marah atas pembunuhan orang-orang Afro-Amerika oleh aparat keamanan.
Massa sebelumnya berunjuk rasa secara damai di taman pusat kota, dihadiri oleh koalisi kelompok sayap kiri anti-kapitalis yang berorasi disertai musik.
Pemimpin demo Evan Burchfield berkata ke AFP, kota itu memanfaatkan polisi sebagai alat penindas politik selama bertahun-tahun, dan tidak akan ada yang berubah meski Joe Biden menang pilpres Amerika.
Massa yang berkumpul di tepi sungai Portland bersumpah untuk mengawal hasil pilpres AS, dengan membentangkan spanduk bertuliskan "Hitung Setiap Suara" dan "Pemilihan Selesai. Pertarungan Berlanjut".
Di sisi lain, sejumlah demonstran membawa senjata api termasuk senapan, serta spanduk anti-rasialisme dan anti-imperialisme yang bergambar senapan dan bertuliskan "Kami Tidak Mau Biden. Kami Ingin Balas Dendam".
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kerusuhan Pilpres AS, Polisi dan Garda Nasional Bentrok dengan Massa Anti-Trump", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/global/read/2020/11/05/171144870/kerusuhan-pilpres-as-polisi-dan-garda-nasional-bentrok-dengan-massa-anti?page=all#page2.