Advertorial
Intisari-Online.com - Tahun 2020 sepertinya menjadi 'panggung' bagi negara China.
Ada dua topik besar yang akan selalu dikaitkan dengan Negeri Panda tersebut.
Itu adalah pandemi virus corona (Covid-19) yang menyebabkan lebih dari 40 juta orang di dunia terinfeksi dan konflik Laut China Selatan yang membuat militer seluruh dunia siaga.
Kini, China kembalimendapat kecaman di panggung internasional.
Dilansir dariExpress.co.uk pada Minggu (1/11/2020), menurut para ahli, negara yang dipimpin oleh Presiden China Xi Jinping ini melihat Beijing mulai melirik Antartika di bagian selatan.
Di mana demi itu untuk memposisikan negaranya sebagai pemimpin global di kawasan itu dan mendorong peruntungannya dengan perjanjian internasional.
Pakta global, yang ditandatangani 60 tahun lalu, didedikasikan untuk melestarikan dan melindungi benua es itu untuk penelitian ilmiah dan memberikan perlindungan terhadap proliferasi nuklir.
Tetapi Profesor Klaus Dodds mengatakan beberapa bagian dari perjanjian itu perlu diperbarui.
“Dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang pengakuan bahwa Samudra Selatan membutuhkan lebih banyak perlindungan konservasi," ungkapProfesor Klaus Dodds.
"Pada dasarnya, kami memiliki rezim sumber daya selama sekitar 40 atau 50 tahun yang mencoba mengatur penangkapan ikan."
“Namun dengan perubahan iklim dan meningkatnya tekanan pada perikanan, ada ketakutan jika kami tidak memperkenalkan Kawasan Konservasi Laut, kami akan menemukan negara-negara penangkap ikan seperti China, Korea, Rusia, dan Ukraina menjadi semakin aktif di Samudra Selatan."
“Pada 2017, kami memiliki perjanjian Kawasan Konservasi Laut Ross dan butuh banyak upaya untuk membuat beberapa negara setuju."
Sebab Rusia dan China benar-benarmenolak danmereka tidak mau setuju."
Perlawanan Rusia sebagian karena kepentingan penangkapan ikannya, tetapi juga karena marah pada AS atas sanksi.
Sementara untuk China, industri daging babi Beijing mulai pulih setelah dihancurkan oleh beberapa virus dan penyakit.
Tetapi ekspor akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih. Sebab menurut analis,industri itu jatuh ke level terendah dalam 16 tahun.
Dengan sebanyak 60 persen dari induk babi telah hilang pada paruh kedua tahun 2019, produksi babi pasar anjlok, dan harga daging babi melonjak ke titik tertinggi baru, di mana mereka bertahan hampir sepanjang tahun ini.
Akibatnyea, Prof Dodds, spesialis geopolitik dan keamanan di Royal Holloway University, mengatakan bahwa China sedang mencari sumber makanan lain.
“China melihat dirinya sebagai kekuatan laut utama."
"Dan melihat Arktik dan Antartika sebagai tempat penangkapan ikan yang relatif kurang dieksplorasi," jelasProf Dodds.
“China cenderung cukup tahan terhadap apa pun yang menghentikan penangkapan ikannya."
“Namun perlu diingat bahwa China telah dilanda penyakit mengerikan yang telah memengaruhi populasi babi domestik mereka,."
"Sehingga keamanan pangan menjadi perhatian yang nyata."
Diketahui ada tiga Kawasan Konservasi Laut baru sedang diusulkan oleh Komisi Konservasi Sumber Daya Kehidupan Laut Antartika (CCAMLR).
Mereka adalah Laut Weddell, Antartika Timur, dan Semenanjung Antartika.
Bersama-sama, pembentukan kawasan baru ini akan memperluas perlindungan Antartika hingga mencakup 20 persen Samudra Selatan atau satu persen lautan dunia.
“Apa yang kami lihat adalah proposal di sekitar Semenanjung Antartika dan telah diajukan oleh Argentina dan Chili di kawasan lindung laut untuk mengusulkan peraturan dan kendali lebih lanjut atas penangkapan ikan yang dapat dilakukan," ungkapProf Dodds.
“Tapi apa yang negara coba lakukan dalam perjanjian itu adalah memprioritaskan konservasi atas eksplorasi."
“Ini adalah keseimbangan antara seberapa banyak yang dapat Anda eksploitasi dengan aman dan seberapa jauh Anda dapat melangkah - yang membuat lebih sulit adalah perubahan iklim yang berpengaruh."
“Kimia lautan berubah, stok ikan berpindah dan bermigrasi - hal-hal yang pernah ditemukan jauh dari benua bermigrasi lebih dekat.”
Untuk memberlakukan pembatasan baru Samudra Selatan ini, semua 26 anggota badan internasional CCAMLR harus setuju dengan suara bulat.
Namun berdasarkan tahun-tahun perlawanan mereka terhadap perjanjian Laut Ross, dua negara diperkirakan akan menentang perlindungan baru.
Dan tentu saja mereka adalah Rusia dan China.