Advertorial

Momen Menegangkan: Memakai Kaus Bertuliskan 'Fretilin,' Para Pendemo Anarkis Pernah 'Mengeroyok' Soeharto, Ajudan pun Sigap Lindungi dengan Pistol Sudah di Tangan

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Meski demikian, hubungan yang baik tersebut tidak bisa menghindarkan juga kondisi yang tidak mulus seperti yang diharapkan.
Meski demikian, hubungan yang baik tersebut tidak bisa menghindarkan juga kondisi yang tidak mulus seperti yang diharapkan.

Intisari-Online.com - Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto memang telah tiada.

Namun kisahnya selama hidup dan memimpin Indonesia masih banyak dan menarik untuk dikulik.

Terlebih lagi, Soeharto memimpin bangsa Indonesia dengan waktu tak singkat.

Diberitakan Tribun Jatim, Soeharto adalah mantan presiden yang menjadi sangat pandai menjalin hubungan bilateral dengan berbagai negara.

Baca Juga: Bukan Emas, Inilah Harta Karun Raja Sulaiman yang Paling Diincar oleh Orang Yahudi, Sungguh 'Sakral' dan Keberadaan Diyakini di Bawah Masjid Al-Aqsha

Berkuasa kurang lebih 32 tahun membuat Soeharto sering melakukan kunjungan ke sejumlah negara.

Selama jadi seorang Presiden Republik Indonesia, Soeharto memiliki pengalaman berkunjung ke negara Eropa.

Ada cerita yang cukup menegangkan pernah dialami oleh Soeharto pada masa pemerintahannya.

Cerita tersebut satu di antaranya terjadi di Jerman.

Baca Juga: Covid Hari Ini 26 Oktober 2020: Liburan Baik Bagi Ksehatan Psikologis, Tapi Tetap Tahan Diri Ya! Kenapa?

Hubungan antara Indonesia dan Jerman sejak beberapa tahun lalu tentu saja sudah terjalin baik.

Meski demikian, hubungan yang baik tersebut tidak bisa menghindarkan juga kondisi yang tidak mulus seperti yang diharapkan.

Kunjungan Soeharto pada 1995 silam sempat menjadi perbincangan karena ternyata tidak berjalan mulus.

Sjafrie Sjamsoeddin, mantan pengawal Soeharto mengungkap hal itu di buku "Pak Harto The Untold Stories".

Baca Juga: Terkenal Ganas dan DIsegani Dunia, Militer Israel Justru Kerap Dipecundangi Indonesia, Ini yang Bikin TNI Menang Telak dibanding Tentara Negeri Yahudi Itu

Sjafrie mengatakan, kunjungan itu terjadi pada tahun 1995 silam. Tepatnya, pada tanggal 1 April 1995.

Saat itu, Soeharto berniat menghadiri Hannover Fair, yakni sebuah pameran dagang akbar yang diikuti sekitar 60 negara di dunia.

"Ternyata ada yang tidak menyukai tampilnya Pak Harto di panggung para pemimpin dunia di saat itu," kata Sjafrie.

Alasannya, saat itu sejumlah orang menggelar demonstrasi di Jerman di mana mereka mengangkat beberapa isu yang sedang hangat di Indonesia.

Baca Juga: Siap-siap! Mobil Terbang Asal Jepang Ini Siap Dijual di Pasaran Indonesia, Selamat Tinggal Jalanan Macet...

Sjafrie melanjutkan, dia sebenarnya sudah melihat adanya gejala gangguan pada kunjungan Soeharto sejak mereka di Hannover.

Menurutnya, hal itu sebagai dampak dari adanya beberapa orang Timor Timur yang melompati pagar Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.

"Rupanya mereka lantas berkeliling ke sejumlah negara di Eropa," ujar Sjafrie.

Meski demikian, para pedemo tidak mendapatkan peluang karena pengamanan di Jerman terbilang ketat.

Baca Juga: Mengerikan! Tak Hanya Bunuh dan Memutilasi Pelanggannya, Penjual Mi Ini JugaJadikan Daging Korban Sebagai Toping dalam Masakannya, di Sini Jasadnya Disembunyikan

Namun, keesokan harinya Sjafrie melaporkan ke Soeharto terkait indikasi adanya sejumlah LSM internasional yang akan menggelar demonstasi.

"Saya melihat Pak Harto menyimak, tetapi tidak begitu menaruh perhatian secara fisik. Itu menunjukkan bahwa beliau tahu, tetapi tidak mau pikirannya terganggu," lanjut Sjafrie.

Yang dikhawatirkan atau yang ditakutkan pun akhirnya terjadi.

Saat itu, Soeharto beserta rombongannya harus berjalan sejauh 75 meter menuju tangga gedung Museum Wright.

Baca Juga: Begitu Kim Jong-un Beri Perintah Mereka Siap Pertaruhkan Nyawa, Inilah Pasukan Berani Mati Korut, Digembar-gemborkan Bisa Hancurkan Istana Kepresidenan Korsel

Ketika itu, rombongan tersebut melihat adanya sejumlah orang yang berkerumun.

Mereka seakan tahu ada seorang kepala negara yang akan datang.

Awalnya, Sjafrie menganggap hal itu lazim. Namun, saat baru sepertiga jarak dilalui, mendadak orang-orang tersebut membuka baju mereka.

Sehingga, terlihat kaus-kaus mereka, dan bertuliskan "Fretilin".

"Ternyata mereka adalah demonstran yang menyamar sebagai kerumunan," ungkap Sjafrie.

Mereka selanjutnya bertindak mulai anarkis. Tak hanya mengacungkan poster, mereka juga mulai ada yang melempar telur, kertas, hingga mengibarkan bendera Fretilin.

"Pak, ini ada yang mengganggu," kata Sjafrie yang dibalas Soeharto dengan tenang.

Baca Juga: Selain Menjaga Kesehatan Menstruasi, Ini Manfaat Ketumbar untuk Wanita

"Jalan saja terus," kata Sjafrie sambil menirukan ucapan Soeharto.

Saat didemo para demonstran, Soeharto rupanya hanya dikawal oleh tiga pengawal resmi.

Sjafrie sendiri mengaku sudah bersiap mengambil tindakan taktis.

"Kalau tangan saya sampai mereka sentuh, senjata saya harus digunakan," kata Sjafrie.

Oleh karena itu, tangan kiri Sjafrie pun berusaha memberi batas. Sedangkan, tangan kanannya sudah berada di sarung pistol.

Beruntung, saat itu dia mendapatkan bantuan dari para wartawan Indonesia yang meliput agenda Soeharto.

"Mereka ikut jadi bumper dan pembuka jalan sehingga lemparan benda-benda itu tidak sampai menjangkau Presiden, dan Ibu Negara yang hanya kami lindungi dengan payung beserta rombongannya," tandas Sjafrie.

Baca Juga: Termasuk Mengatasi Gangguan Haid, Ini 10 Manfaat Daun Dewa untuk Kesehatan

Sebagaimana diketahui, Soeharto telah meninggal dunia pada 27 Januari 2008.

Jenazah Soeharto dimakamkan di samping makam Tien Soeharto yang telah mendahuluinya pada 28 April 1996 silam, di Astana Giribangun.

Dikutip dari Tribunnews.com, kompleks Astana Giribangun ini terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 660 meter di atas permukaan laut, tepatnya di di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, sekitar 35 km di sebelah timur kota Surakarta.

Di atas komplek Astana Giribangun, terdapat Astana Mangadeg, yakni komplek pemakaman para penguasa Mangkunegaran, salah satu pecahan Kesultanan Mataram.

Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, sedangkan Giribangun pada 660 meter dpl. Di Astana Mangadeg dimakamkan Mangkunegara (MN) I alias Pangeran Sambernyawa, Mangkunegara II, dan Mangkunegara III.

Pemilihan posisi berada di bawah Mangadeg itu bukan tanpa alasan. Yakni untuk tetap menghormati para penguasa Mangkunegaran, mengingat Ibu Tien Soeharto adalah keturunan Mangkunegara III.

Baca Juga: Abaikan Keberangan NATO, Turki Kian Asyik Eksplorasi Wilayah Mediterania yang Disengketakan Sampai Bulan Depan

(*)

Artikel ini telah tayang di Pop.grid.id dengan judul 'Pistol Sudah di Tangan, Ajudan Soeharto Ini Sigap Lindungi Sang Presiden saat Direcoki Pendemo Anarkis di Jerman, Endingnya Bikin Nyesek!'

Artikel Terkait