Advertorial
Intisari-Online.com - Hubungan Australia dan China memanas setelah pemerintah Australia meminta penyelidikan terkait virus corona (Covid-19) pada bulan April 2020 silam.
Namun bukannya membalas, China malah memutus sejumlah ekspor dan impor antar dua negara.
Sejak itu, hubungan dua negara ini panas dingin.
Melihat hal ini, Australia sepertinya bisa bekerja sama dengan Indonesia.
Lagipula, seperti kata pepatah lama, “musuh dari musuh saya adalah teman saya”.
Dan Indonesia tentunya memilikimasalah sendiri dengan China, yang terlihat jelas dalamaksi Beijing atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Lalu bagaimana tanggapan Indonesia?
Dilansir dariwarontherocks.com pada Kamis (22/10/2020), sepertinya sikap militer Australia disambut baik dan tegas oleh Jakarta.
Jakarta merespon tanggapanterhadap Pembaruan Strategis Pertahanan 2020 dan Rencana Struktur Angkatan 2020yang kemungkinan akan lebih kompleks dan akan membutuhkan manajemen yang cekatan oleh para pembuat kebijakan Australia.
Mengingat bahwa kurangnya konsultasi oleh pemerintah Australia tentang pengumuman kebijakan yang menjadi perhatian nasional yang vital bagi Indonesia telah menjadi katalisator untuk ketegangan bilateral yang berulang di masa lalu.
Dengan asumsi tidak ada kejutan dalam pengumuman kebijakan Canberra, perubahan dalam kebijakan pertahanan Australia menandai peluang bagi Indonesia.
Beberapa poin strategis yang bisa mendasari kerja sama antara Indonesia dan Australia ini adalahpembuat kebijakan strategis Indonesia, yang menghargai dampak teknologi yang muncul, dan implikasi dari jangkauan strategis Beijing yang berkembang ke Laut China Selatan dan Samudra Hindia.
Faktor-faktor tersebut menjelaskan definisi yang diperluas dari "wilayah langsung" dalam pembaruan menjadi "wilayah mulai dari Samudra Hindia timur laut, melalui laut dan daratan Asia Tenggara hingga Papua Nugini dan Pasifik Barat Daya" sebagai wilayah "Australia" kepentingan strategis paling langsung."
Demikian pula, pembaruan dan pengakuan Rencana Struktur Kekuatan atas taktik "zona abu-abu", termasuk "taktik paramiliter koersif di Laut China Selatan", adalah tekanan yang dirasakan lebih langsung oleh Indonesia daripada Australia.
Sebab adapelanggaran wilayah maritim oleh Penjaga Pantai China, yang memimpin armada penangkapan ikan di sekitar rantai pulau Natuna di Indonesia.
Akan tetapi terkadang pelanggaran dari Penjaga Pantai China bisa merambat ke tempat yang lain yang mungkin jadi masuk wilayah Australia.
Jadi, Indonesia tidak akan heran jikaAngkatan Pertahanan Australia untuk beroperasi dan bermanuver melalui ruang udara dan laut Indonesia.
Tentu saja sikap Angkatan Pertahanan Australia bisamenjanjikan bagi TNI pada khususnya.
Militer Indonesia, yang sekarang terkendala dalam program modernisasi militernya sendiri oleh kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh Covid-19, mungkin merasa iri dengan investasi Australia.
Pendanaan pertahanan tahunan Australia pada periode 2020 hingga 2021 adalah AU $ 42,2 miliar ($ 29,3 miliar), menurut pembaruan.
Sebaliknya, anggaran pertahanan Indonesia tahun 2020 adalah $ 9,26 miliar, dan baru-baru ini dipotong sebesar $ 590 juta karena pandemi Covid-19.
Oleh karenanya, bagi militer Indonesia, Program Kerja Sama Pertahanan Australia telah lama dipandang sebagai sumber penting pengembangan keterampilan dan peluang pendidikan luar negeri.
Sementara militer Indonesia dapat dilihat sebagai penerima manfaat potensial dari postur pertahanan Australia yang lebih tegas.
Apalagi Indonesia selalu menjadipenengah utama tatanan regional di Asia Tenggara.
Selain itu, Indonesia kuat secara regional.
Nantinya ketika lingkungan strategis Indo-Pasifik memburuk, hubungan Australia dengan Indonesia akan menjadi semakin penting.