Petisi online tersebut menarik hampir 130.000 tanda tangan sebelum situs itu diblokir, menurut laporan yang dilansir dari CNN pada Sabtu (17/10/2020).
Itu terjadi ketika Thailand menyaksikan beberapa protes pro-demokrasi terbesarnya dalam beberapa tahun.
Para pengunjuk rasa menuntut amandemen konstitusi, pemilihan baru dan pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha.
Mereka juga menyerukan pembatasan kekuasaan raja, di negara di mana kritik terhadap monarki dapat dihukum dengan hukuman penjara yang lama.
Tantangan terbesar Thailand
Petisi online itu ditulis dalam bahasa Thailand, Inggris dan Jerman, yang berasal dari seorang mahasiswa pascasarjana Thailand di Perancis, menurut BBC Thai.
Di dalamnya, ia menyerukan Jerman untuk menyatakan raja persona non grata dan melarangnya melanjutkan "tinggal lebih lama di Jerman".
Ini menarik hampir 130.000 tanda tangan sebelum situs itu diblokir di Thailand, dengan pemberitahuan online yang mengatakan bahwa konten tersebut telah ditangguhkan karena melanggar Undang-Undang Kejahatan terkait Komputer 2007 dan atau/Undang-Undang Perjudian 1935.
Saat ini, petisi online tersebut masih tersedia di luar Thailand, yang muncul setelah Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel mengatakan bahwa Raja Vajiralongkorn seharusnya tidak terlibat politik dari dalam Jerman.
Berbicara dalam menanggapi pertanyaan dari anggota parlemen oposisi, Gabriel menambahkan bahwa "jika ada tamu di negara kami yang melakukan urusan negaranya dari tanah kami, kami akan selalu ingin menangkal itu".
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR