Advertorial
Intisari-Online.com - Peristiwa Santa Cruz disebut merupakan titik balik perjuangan kemerdekaan Timor Leste.
Peristiwa tersebut membuat dunia tak bisa lagi menutup mata dari kekacauan yang terjadi di Timor Leste.
Konflik, kelaparan, hingga penyakit disebut merupakan hal yang melatarbelakangi keinginan sebagian rakyat Timor Leste untuk merdeka dan melepaskan diri dari Indonesia.
Seperti diketahui, Timor Leste menjadi bagian wilayah Indonesia setelah diinvasi tahun 1975, namun rakyat Timor Leste terus melancarkan perlawanan untuk melepaskan diri.
Peristiwa Santa Cruz atau dikenal sebagai Pembantaian Santa Cruz 1991, merupakan peristiwa berdarah ketika ratusan pengunjuk rasa pro- kemerdekaan Timor Leste diserang dan ditembaki tentara Indonesia saat berada di Pemakaman Santa Cruz, Dili.
Para pengunjuk rasa itu melakukan aksi unjuk rasa dengan berjalan dari Gereja St Antonio Padua di Motael menuju Pemakaman Santa Cruz tempat pemuda pejuang kemerdekaan bernama Sebastiao Gomes dimakamkan.
Mereka berjalan sambil membentangkan spanduk, Viva Xanana, sementara tentara Indonesia berjaga di sudut-sudut jalan dengan senjata siaga.
Namun, aksi demo itu berakhir rusuh, tiba-tiba datang rentetan tembakan. membuat pendemo di bagian belakang roboh, yang lain bubar, lari tunggang-langgang.
Suasana mencekam dalam peristiwa yang diakui sebagai bagian dari genosida Timor Timur itu diabadikan oleh seorang jurnalis asing Max Stahl.
Rekaman Stahl sendiri merupakan satu-satunya bukti video yang menangkap peristiwa mencekam itu.
Ia merekam tentara yang menembak, memukuli, dan menyeret orang pergi.
Dia memperhatikan bahwa korban yang masih bisa bergerak sedang menuju ke arahnya.
“Mereka menunjukkan kepada saya luka mereka,” kenang Stahl, dikutip dari Irish Times.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste memperkirakan sedikitnya 271 orang tewas dar peristiwa itu.
Banyak korban tewas dari peristiwa pembantaian Santa Cruz, namun ada juga yang selamat.
Melansir Tribun Pontianak (13/12/2013), Amali, Levi, dan Manuel Saldahnya merupakan beberapa diantaranya.
Bahkan, sosok Amali dan Levi diabadikan dalam sebuah patung sebagai peringatan terhadap peristiwa tersebut.
Kedua sosok tersebut merupakan salah satu yang tertangkap kamera Stahl dalam video yang diambilnya.
Dalam video Max Stahl terekam aksi Amali yang menolong Levi.
Dalam rentetan tembakan, Amali menggendong Levi yang berlumuran darah.
Pemerintah pun membuat patung yang menggambarkan Amali menolong Levi di pinggir Pantai Motael tak jauh dari Gereja St Antonio Padua, Motael, tempat pertama kali aksi demo berlangsung.
Aksi heroik mereka mendapat penghargaan dari pemerintah Timor Leste, sementara kejadian tersebut diperingato sebagai Hari Pemuda.
"Ada di antara anak muda yang meletakkan bunga di patung kami, mereka mungkin mengira kami sudah meninggal," ungkap Amali, dikutip dari Tribun Pontianak.
Selain kisah Amali dan Levi, Saldahnya juga punya kisah memilukan dari peristiwa Santa Cruz.
Meski nyawanya selamat, namun Saldahnya tak luput dari serangan peluru saat itu.
Bahkan, Saldahnya mengaku bahwa peluru itu masih bersarang di pinggangnya.
Bukan karena peluru itu tidak bisa diangkap dari tubuhnya, ternyata ada alasan pilu tentang keengganannya mengangkat peluru itu.
Operasi yang disarankan untuk dijalaninya di Surabaya membuatnya ketakutan bertemu dengan keluarga Tentara Indonesia.
"Saya disarankan operasi ke Surabaya untuk angkat peluru. Tapi saya khawatir, siapa tahu dokternya anak seorang tentara Indonesia yang ayahnya bertugas di sini dan kebetulan meninggal di Timor Leste," ujar dia.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari