Advertorial
Intisari-Online.com - Sempat dijuluki negara teraman di dunia dari virus corona, kini Israel harus menghadapi lonjakan kasus Covid-19.
Situasi tersebut pun membuat warga Israel kecewa dan memprotes pemerintah atas penanganan pandemi Covid-19 yang dianggap buruk.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Neyanyahu menjadi sasaran warga, sebagai orang yang bertanggungjawab atas penanganan tersebut.
Selain itu, warga pun melakukan protes terhadap Perdana Menteri Benyamin Netanyahu atas dugaan korupsi.
Di tengah protes warga Israel yang tak surut tersebut, Parlemen Israel justru mengeluarkan undang-undang kontroversial.
Melansir Aljazeera.com (30/9/2020), Parlemen Israel telah menyetujui undang-undang yang membatasi demonstrasi.
Undang-undang itu menurut para kritikus bertujuan untuk membungkam protes terhadap Perdana MenteriBenjamin Netanyahu atas dugaan korupsi dan penanganannya terhadap krisis virus corona.
Undang-undang tersebut, yang memberi pemerintah kewenangan untuk menyatakan "keadaan darurat khusus yang disebabkan oleh pandemi virus korona", diratifikasi pada Rabu pagi setelah debat sepanjang malam di Knesset.
Undang-undang baru tersebut melarang orang Israel mengadakan demonstrasi lebih dari satu km (0,6 mil) dari rumah mereka.
Tindakan tersebut menurut pemerintah ditujukan untuk mencegah infeksi COVID-19.
Kritik terhadap tindakan yang diklaim oleh pemerintah merupakan bagian dari penguncian nasional kedua Israel itu pun berdatangan.
Untuk informasi, penguncian kedua Israel mulai berlaku sejak 18 September lalu.
Mereka mengatakan bahwa undang-undang itu benar-benar dimaksudkan untuk memblokir protes di dekat kediaman resmi Netanyahu di Yerusalem.
“Apa langkah selanjutnya? Melarang pemimpin oposisi berbicara di parlemen? " Yair Lapid, yang memimpin oposisi di legislatif, menulis di Twitter tentang pemungutan suara tersebut.
Meir Cohen dari partai oposisi utama Yesh Atid-Telem mengutuk kontrol baru itu sebagai "lereng licin".
Sementara Yair Golan dari partai sayap kiri Meretz memperingatkan undang-undang baru itu "tidak akan menghentikan demonstrasi".
"Kemarahan yang tumbuh di jalanan akan menemukan jalan keluarnya," kata Golan.
Selama berminggu-minggu, ribuan demonstran berkumpul untuk menyerukan pengunduran diri Netanyahu.
Beberapa jam sebelum pemungutan suara, ratusan orang Israel melakukan protes di luar parlemen, menyebut batas protes itu merupakan pukulan bagi demokrasi.
Jajak pendapat menunjukkan hanya sekitar seperempat dari masyarakat yang memiliki kepercayaan terhadap cara Netanyahu menangani pandemi, yang sebagian besar telah mereda selama penutupan Maret-Mei.
Penguncian Israel, yang menutup sekolah dan operasi bisnis terbatas, diberlakukan setelah kasus COVID-19 baru naik menjadi sekitar 7.000 per hari dalam populasi sembilan juta, membebani beberapa rumah sakit.
Tetapi Netanyahu mengklaim Israel telah menangani krisis kesehatan dengan relatif baik dan bahwa dia tidak memiliki motif politik untuk mencegah protes tersebut.
Netanyahu pun membantah melakukan kesalahan dalam tiga kasus korupsi yang menimpanya.
Tetapi dengan tingkat infeksi yang masih tinggi, terutama di lingkungan Yahudi ultra-Ortodoks di mana kepatuhan jarak sosial lemah, Netanyahu pada hari Selasa mengatakan langkah-langkah penguncian, yang dijadwalkan berlangsung tiga minggu, mungkin harus diperpanjang setidaknya selama satu bulan atau lebih.
Sementara itu Israel telah melaporkan 234.060 infeksi dan 1.516 kematian akibat COVID-19.
Baca Juga: 5 Manfaat Buah Nectarine untuk Kesehatan, Bisa Cegah Kanker!
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari