Advertorial
Intisari-Online.com - Sebelum adanya pandemi virus corona (Covid-19), hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan China naik turun.
Lalu hubungan dua negara besar di dunia ini memburuk ketika pandemi virus corona melanda dunia.
DalamMajelis Umum PBB tahunan di New York,Presiden AS Donald Trump dengan tegasmenyalahkan China atas penyebaran virus corona.
Dia meminta China untukdimintai pertanggungjawaban atas pandemi tersebut.
Apa yang terjadi antara AS dan China mendapat perhatian dunia.
Sebab, mungkin saja kedua negara mengalami 'Perang Dingin'.
Perang Dingin sendiri adalahsebutan bagi suatu periode terjadinya ketegangan politik dan militer antara Dunia Barat danDunia Komunis.
Dulu, Perang Dingin pernah terjadi antaraAmerika Serikat dan sekutu NATO-nya denganUni Soviet beserta sekutu negara-negara satelitnya.
Kini, mungkin sajaPerang Dingin terjadi antara AS dan China.
Walau kemungkinan sangat besar, dilansir dari bbc.com pada Sabtu (26/9/2020), dalam pidatonya, Presiden China Xi Jinping mengatakan negaranya "tidak berniat memasuki Perang Dingin dengan negara mana pun".
Hubungan antara dua kekuatan dunia itu tegang di sejumlah medan.
Dihadapan majelis,Presiden Trump menggunakan pidatonya untuk memuji pencapaiannya dan menyerang lawannya.
"China 'menginfeksi dunia', ungkap Trump.
"Kita harus meminta pertanggungjawaban bangsa yang melepaskan wabah ini ke dunia - China," katanya.
"Pada hari-hari awal virus, China mengunci perjalanan di dalam negeri."
"Sementara mereka mengizinkan penerbangan ke luar China. Inilah yang menyebabkan mereka menginfeksi dunia."
Tak sampai disitu, Trump jugamenuduh Beijing menutupi virus itu, dengan mengatakan mereka bisa menghentikan penyebaran penyakit.
Tapi China menyebut serangan itu sebagai gangguan yang tidak berdasar.
Jumlah kematian AS karena virus corona sudah mencapai lebih dari 200.000 kasus. Dan itu adalah yang tertinggi di dunia.
Selain soal virus corona, ketegangan tinggi antara AS dan China terkait sejumlah masalah lain.
Termasuk perdagangan, teknologi, Hong Kong, dan perlakuan China terhadap minoritas Muslim di provinsi Xinjiang.
Berbicara segera setelah pemimpin AS, Presiden Xi memperingatkan tentang risiko "benturan peradaban".
"Kami akan terus mempersempit perbedaan dan menyelesaikan perselisihan dengan orang lain melalui dialog dan negosiasi."
"Kami tidak akan berusaha untuk hanya mengembangkan diri atau terlibat dalam permainan zero sum," katanya.
Selain itu, Presiden Xi menyindir AS dengan mengatakan"tidak ada negara yang memiliki hak untuk mendominasi urusan global, mengontrol takdir orang lain, atau menyimpan keuntungan dalam pembangunan untuk dirinya sendiri".
"Dan China dituduh seperti itu. Padahal itu tidak benar sama sekal.
Terakhir,Presiden Xi mengatakan China akan menjadi penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia.
Dengan hal itu, maka mereka bertujuan untuk mencapai puncak emisi pada tahun 2030 dan menjadi netral karbon pada tahun 2060.
Perang Dingin bisa terjadi
Tanpa menyebut China atau AS, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, memperingatkan "kita harus melakukan segalanya untuk menghindari Perang Dingin baru".
"Kami bergerak ke arah yang sangat berbahaya," katanya.
"Dunia kita tidakakan memiliki masa depanjika dua ekonomi terbesar membelah dunia dalam perpecahan besar."
"Di mana masing-masing dari mereka memiliki aturan perdagangan dan keuangannya sendiri serta kapasitas internet dan kecerdasan buatan," tutupnya.