Advertorial
Intisari-Online.com - Sekitar tahun 2006, menjadi salah satu masa kelam bagi Timor Leste.
Di tahun tersebut, kekacauan terjadi menyebabkan kematian puluhan orang dan ratusan warga Timor Leste terpaksa mengungsi.
Itu adalah kekacauan yang terjadi setelah kemerdekaan Timor Leste, ketika negara ini baru berusia 4 tahun terhitung dari pengakuan internasional atas kemerdekaannya.
Seperti diketahui, referendum Timor Leste digelar tahun 1999 yang menunjukkan hasil bahwa mayoritas warga Bumi Lorosae ingin melepaskan diri dari Indonesia.
Selanjutnya, kemerdekaan Timor Leste secara resmi diakui internasional pada tahun 2002.
Krisis Timor Leste 2006 bermula dari konflik antarelemen militer Timor Leste yang disebabkan oleh diskriminasi di dalam tubuh militer.
Salah satunya dirasakan Alfredo Reinado yang alasan diskriminasinya pun bernada rasis, yakni Reinado berasal dari daerah Timor Leste bagian Timur.
Tak puas dengan alasan dariPanglima FDTL Brigjen Taur Matan Ruak, maka pada 4 Mei 2006, Reinado bersama 600 anggota FDTL melakukan desersi sebagai protes atas perlakuan diskriminatif negara kepada mereka.
Aksi protes itu lantas ditanggapi oleh Matan Ruak dengan pemecatan massal terhadap mereka semua.
Mengutip Red Pepper, krisis tahun 2006 menunjukkan baik polisi maupun militer Timor Leste tidak netral secara politik, kedua lembaga tersebut terpecah-pecah karena kesetiaan daerah dan politik yang bercampur dalam jajaran, meskipun perpecahan etnis dan regional sebelumnya tidak menonjol di Timor-Leste.
Pemecatan tersebut berubah menjadi pemberontakan dan kerusuhan yang mengakibatkan sedikitnya 37 kematian dan lebih dar 150.000 orang mengungsi.
Selain itu, dalam kerusuhan ini ratusan rumah pun dibakar dan terjadi penjarahan.
Pemberontakan bersenjata ini dinamakan 'Gastao Salsinha' dengan pemimpinnya Reinado bersama rekan militernya, Mayor Augusto Araujo.
Reinado menyerang ibukota Timor Leste, Dili, menimbulkan gelombang kerusuhan besar.
Semakin diperparah dengan ikutnya geng-geng sipil bersenjata melakukan aksi kriminal, dikutip dari Tribun Manado.
Bahkan, begitu seriusnya masalah ini membuat aparat keamanan Indonesia di perbatasan dengan Timor Leste siaga penuh, jaga-jaga jika ada hal tak diinginkan terjadi.
Pemerintah dan militer Timor Leste pun tak sanggup membendung gelombang kerusuhan saat itu.
Timor Leste sampai harus meminta bantuan militer ke Australia, Portugal, Selandia Baru dan Malaysia.
Lantas sebanyak 150 personel komando Australia mendarat di Timor Leste.
Personil Australia ini juga tak luput dari serangan kombatan pimpinan Reinado.
Baca Juga: Ternyata Daun Dewa Bisa Mengobati Sinusitis, Apa Manfaat Lain Daun 'Sambung Nyawa'?
Korban-korban Pemberontakan Timor Leste Pimpinan Alfredo Reinado
Kerusuhan Timor Leste yang dimulai tahun 2006 sedikitnya memakan 37 korban jiwa dan ratusan warga yang harus mengungsi.
Selain itu, terdapat beberapa korban dari tokoh dalam pemerintahan Timor Leste.
Keluarga Menteri Dalam Negeri Regerio Lobato menjadi salah satu korbannya.
Tak lama setelah tentara Australia datang, rumah kerabat Menteri Dalam Negeri Regerio Lobato dibakar yang menewaskan seorang ibu dan lima anaknya.
Sempat ditangkap, namun Alfredo Reido berhasil melarikan diri dari penjara Becora bersama dengan 56 narapidana lainnya, masih di tahun 2006.
Pada Maret 2007, presiden Xanana Gusmao, menjatuhkan sanksi pada operasi Australia untuk menangkap Reinado setelah anak buahnya menggerebek senjata dari sebuah pos polisi.
Operasi tersebut mengakibatkan beberapa kematian tetapi Reinado lolos dari penangkapan, popularitasnya meningkat di kalangan pemuda Dili.
Kemudian, Presiden Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao menjadi korban lainnya.
Aksi Reinado lantas berpuncak pada 11 Februari 2008.
Ia dan anak buahnya melakukan serangan terhadap presiden Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao di kediamannya masing-masing.
Ramos Horta terluka parah hingga kritis namun Xanana selamat dari percobaan pembunuhan itu.
Penyerangan itu pula yang menjadi akhir bagi 'tentara pemberontak' Alfredo Reinado.
Saat aksi penyerangan itu, ia tewas ditembak oleh tentara FDTL yang menjaga rumah Ramos Horta.
Setelah krisis itu, PBB turun tangan mengatasi masalah di Timor Leste, butuh waktu 6 tahun agar negara itu kondisinya kembali stabil.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari