Advertorial
Intisari-online.com -Timor Leste pada awalnya adalah salah satu wilayah Indonesia yang pada akhirnya memilih melepaskan diri.
Timor Leste memerdekakan diri pada tahun 2002, dan setelah itu negara tersebut berdiri sendiri sebagai sebuah negara.
Namun, tampaknya mendirikan sebuah negara tak semudah yang dipikirkan.
Usai merdeka, tak lantas membuat Timor Leste bisa berkebang sendiri sebagai sebuah negara yang maju.
Justru negara itu dirundung masalah besar dan pada awal kemerdekaanya saja pernah dikacaukan hanya oleh satu orang.
MengutipGrid.ID, orang yang sanggup mengacaukan Timor Leste tersebut adalah Alfredo Reinado.
Reinado adalah mayor angkatan bersenjata Timor Leste, FDTL yang ikut berjuang memberikan kemerdekaan bagi Timor Leste.
Dia seorang nasionalis, bumi Lorosae yang ingin Timor Leste bebas dari Indonesia pada waktu itu.
Keahliannya di bidang militerjuga tidak kaleng-kaleng,berpangkat mayor di FDTL, dia adalah orang yang sangat mahir di bidangnya.
Dia pernah mengenyam pendidikan militer di Australia, hingga membuatnya menjadi sosok berbahaya di FDTL.
Padahal para perwira di FDTL adalah mantan akombatan Fretilin yang pernah berhadapan dengan ABRI semasa konfrontasi dengan Indonesia.
Sayangnya pendidikan militer yang mentereng itu tak membuat Reinado memiliki masa depan yang baik di Timor Leste.
Dia justru didiskriminasi oleh Panglima FDTL Brigjen Taur Matan Ruak, dan berakhir didiskriminasi.
Reinado diperlakukan rasis karena dia berasal dari daerah Timor Leste bagian timur.
Karena itu, dia marah pada Ruak, pada Mei 2006 bersama 600 anggita FDTL melakukan desersi sebagai protes atas perlakukan itu.
Ruak yang geram justru memecat semua anggota yang melakukan protes massal.
Kemarahan makin memuncak, Reinado melakukan aksi rusuh dan membuat satu negara porak poranda.
Reinado melakukan taktik gerilya mirip Fretlin ketika menyerang FDTL, sama dengan yang dilakukan ketika melawan Indonesia.
Lama-lama Timor Leste dirundung kerusuhan dan pertikaian antar etnis terjadi.
Ratusan rumah dibakar dijarah 100.000 warga Timor Leste mengungsi ke perbatasan Indonesia di NTT untuk mencari perlindungan.
Karena situasi makin gawat, militer Indonesia lagi-lagi ikut berjaga-jaga di perbatasan.
Keadaan semakin kacau dan pemerintah tak bisa mengendalikannya, mereka sampai minta bantuan ke Australia, Portugal, Selandia Baru dan Malaysia.
Sebanyak 150 militer Australia dikerahkan, tak lama setelah pasukan Australia datang, rumah Menteri Dalam Negeri Regeria Lobato dibakar, istri dan lima anaknya tewas.
Tentara resmi kebingungan dan menembaki markas polisi padahal ada personil PBB di dalamnya.
Puncaknya 11 Februari 2008, Reinado menyerang presiden Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao di rumahnya.
Ramos Horta tertembak dan nyaris mati, sementara Xanana selamat.
Reinaldo tewas tertembak oleh tentara FDTL, yang menjaga rumah Ramos Horta, PBB turun tangan dan butuh waktu 6 bulan untuk memulihkan situasi Timor Leste.