Advertorial

Bikin Australia Kepanasan, Timor Leste Lebih Memilih China daripada Australia Untuk Mengurus Proyek yang Sangat Diinginkan Oleh Australia Ini

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Mantan Perdana Menteri Timor Leste, Mari Alkatiri yang merupakan salah satu tokoh kunci mereka menyambut baik investasi dari China.
Mantan Perdana Menteri Timor Leste, Mari Alkatiri yang merupakan salah satu tokoh kunci mereka menyambut baik investasi dari China.

Intisari-online.com - Bukan rahasia lagi, jika Australia memang sangat menginginkan kekayaan alam di Timor Leste.

Menurut The Strategist, kemerdekaan Timor Leste tak lepas dari capur tangan Australia, dam setelah mereka Timor Leste terus didekati oleh Australia.

Salah satu yang sangat diinginkan adalah, batas laut yang kaya akan sumber minyak, yang telah lama diambil oleh negeri kangguru tersebut.

Dengan lepasnya Timor Leste dari Indonesia, akan membuatnya semakin mengandalikan ladang minyak tersebut.

Baca Juga: Tiongkok Tertangkap Basah, Foto Ini Tunjukkan Tiga Pengebom PLA 'Serang' Pangkalan Militer di Tibet Sedangkan Pasukannya Terlibat Langsung Di Latihan Mengerikan Ini

Namun, tampaknya hubungan Australia mulai renggang dari Timor Leste, karena mereka belakangan lebih memilih untuk meminta bantuan ke China.

Mantan Perdana Menteri Timor Leste, Mari Alkatiri yang merupakan salah satu tokoh kunci mereka menyambut baik investasi dari China.

Menukil The Sydney Morning Herald dan The Age, ada rencana dari pemerintah untuk mengembangkan proyek minyak dan gas Greater Sunrise, sebagai bagian dari proyek Tasi Mane.

Untuk menggarap proyek besar itu, Timor Leste ternyata lebih memilih China ketimbang Australia.

Baca Juga: Musuhnya Bukan Hanya Manusia, Ini Kisah Pertempuran Sengit Tentara Indonesia di Timor Leste, Berangkat 30 Prajurit Pulang Hanya Tersisa 9 Orang

Greater Sunrise memiliki sekitar 50 miliar dollar AS minyak dan gas dengan Australia yang kemungkinan akan menguasai 30% ladang itu setelah perselisihan berkepanjangan atas batas lautan.

Timor Gap, perusahaan milik Timor Leste hanya memiliki 56% Greater Sunrise, sedang berupaya untuk mengumpulkan pendanaan untuk proyek tersebut.

Melalui proyek Tasi Mane, di Greater Sunrise adalah proyek menjanjikan untuk mengubah nasib negeri itu keluar dari kemiskinan.

Namun, lebih dari 1 dekade tertunda, akibat sengketa batas laut dengan Australia.

Alkatiri prihatin, karena sebelumnya negaranya hanya bergantung pada satu negara yaitu Australia.

"Bagi saya pendanaan yang datang dari Australia dan China, kedua sisi itu lebih baik," katanya.

Baca Juga: Seperti Sakit Hati Gara-gara Timor Leste Pilih Berpaling ke China demi Dapatkan Bantuan Modal, Media Australia Ini Ungkit Perbandingan Bantuan China-Australia di Bumi Lorosae

Canberra sendiri semakin khawatir dengan pengaruh China yang semakin tumbuh sebagai kekuatan ekonomi di seluruh Asia Tenggara, Pasifik, dan negara kecil seperti Papua Nugini, Solomon dan Vanuatu.

China telah membangun beberapa jalan baru di pantai selatan Timor Leste, menghubungkan bandara ke kota-kota pesisir, membangun istana presiden, gedung kementerian pertahanan, dan gedung kementrian luar negeri.

Bec Strating, dosen politik di Universitas La Trobe, yang menulis buku tentang Timor Leste mengatakan, "Bahwa satu-satunya penyandang dana di Timor Leste adalah China, itu adalah sesuatu yang dikhawatirkan Australia."

"Jika China satu-satunya pilihan, tampaknya itu akan diambil oleh para pemimpin Timor Leste," katanya.

Sementara itu, Xanana Gusmao, yang menjadi tokoh berpengaruh di Timor Leste, masih menggunakan sebagian besar dana perminyakan untuk membayar Tasi Mane.

Hal itu dilakukan jika tidak mendapat pendanaan dari negara lain atau sektor swasta.

Baca Juga: Sudah Kabur Masih Bisa Terlacak, Remaja Ini 8 Kali Digigit Ular yang Sama dalam 1 Bulan, Keluarga Sampai Lakukan Ritual Penyembahan dan Memanggil Pawang

Ini menjadi perhatian khusus, karena sekitar 90% anggaran tahunan Timor Leste didanai oleh perminyakan dan pada gilirannya memperoleh pendapatan dari ladang Bayu-Undan.

Tetapi Bayu-Undan semakin berkurang dan diperkirakan tahun 2030 ladang itu akan mengering, dan membuat keuangan publiknya berada di bawah tekanan eksistensial.

China bisa menjadi satu-satunya pilihan yang mungkin diambil oleh Timor Leste, meskipun langkah ini dinilai sangat mengkhawatirkan.

Fidelis Magelhaens, Menteri Reformasi Legislatif dan Urusan Parlemen dan pejabat Menteri Urusan Ekonomi, mengatakan, "negaranya siap menyambut semua pihak yang datang, untuk proyek Tasi Mane."

"Mengenai China, tentu saja dia bisa menjadi mitra, tetapi keputusan diambil didasarkan pada keuntungan finansial," katanya.

Ditanya soal apakah prihatin dengan pengaruh China, mereka mengatakan, "Perhatian utama adalah keuntungan politik dan sosial di Timor Leste."

"Australia juga negara kaya, mereka harus berbuat banyak di Timor Leste," ungkapnya.

Artikel Terkait