Advertorial

Kebrutalan Meningkat, China Serius Pertimbangkan Potong Akses Obat-obatan Untuk AS, 'Berani Beri Kami Lebih Banyak Sanksi Maka Kami Potong Ekspor Obat!'

May N

Editor

Intisari-online.com -Beberapa minggu terakhir ini AS telah bombardir China.

Mereka menyerang firma teknologi China dan mengancam untuk menutup perusahaan China di AS.

Tiongkok sendiri tidak kalah senjata dalam manuvernya.

Penasihat pemerintah di Beijing mulai berdebat sebuah opsi nuklir: yaitu memotong akses AS terhadap obat-obatan China.

Baca Juga: Dimusuhi Banyak Negara, China Makin 'Mesra' dengan Korea Utara, Lakukan Hal Ini saat Negara Pimpinan Kim Jong-un Kewalahan Hadapi Krisis

Rupanya ketergantungan AS terhadap impor obat China sudah berlangsung sejak lama.

Dimulai dari 1990-an AS mulai mengimpor pil pereda nyeri sampai obat-obatan HIV dengan skala besar.

Pengusung ide memotong ekspor obat dilakukan oleh Li Daokui, akademisi China sekaligus penasihat pemerintah.

Ia mengatakan kepada media lokal jika batasi akses obat dapat menjadi pembalasan atas kekangan ekspor AS terkait teknologi dan perangkat lunak mereka.

Baca Juga: Video Rekaman Bocor! China Tak Bisa Berkilah Lagi Bentrokan Tentara India dan China Lakukan Baku Hantam Sudah Menyebar Media China Beri Konfirmasi, Ini Videonya!

Mengutip South China Morning Post, Li mengatakan bahwa AS dan China itu saling bergantung.

Sehingga mustahil bagi kedua negara untuk memisahkan diri.

Namun sejak 2019 lalu ia sendiri sudah menyarankan membatasi ekspor antibiotik sebagai alat perang dagang terhadap AS.

Beberapa ahli lain menolak ide tersebut.

Baca Juga: Sering Dilakukan, Menyimpan Daging Ayam Mentah di Kulkas dengan Cara Ini Ternyata Salah, Hentikan Segera Jika Tak Ingin Seisi Kulkas Kena Dampaknya

Mereka menyebut ide itu tak hanya tidak bermoral tapi juga bisa menjadi bumerang bagi China.

"Saran ini tidak masuk akal. Ini akan gagal membantu China membalas dendam terhadap AS, juga bisa dijadikan alasan AS untuk tingkatkan pemblokiran terhadap perusahaan teknologi China," ujar Shi Yinhong, profesor hubungan internasional di Universitas Renmin, China.

Shi Yinhong juga merupakan penasihat Dewan Negara.

Keamanan rantai suplai medis merupakan tema utama dalam pemilu AS mendatang.

Baca Juga: Ini Rupanya Trik yang Dipakai Para Pedagang, Simpan Tahu Agar Tidak Asam dan Awet Berhari-hari, Gampang Banget Loh…

Kedua kandidat yaitu Donald Trump dan Joe Biden sama-sama berjanji untuk menyelesaikan isu tersebut.

Pandemi telah mengespos kerentanan suplai medis dan bidang farmasi AS.

Saat firma farmasi AS masih mempertahankan fasilitas riset di rumah, manufaktur obat generik masal yang murah hilang.

Banyak bahan-bahan penting untuk antibiotik tidak diproduksi lagi oleh AS.

Baca Juga: Tolak Pinangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sutan Syahrir, hingga Soekarno, Ini Sosok Gusti Nurul Gadis Kraton Solo yang pada 1937 'Moncer' Masuk Majalah AS

Bahkan pabrik bahan penisilin tutup tahun 2004 silam.

Tahun lalu ada 40% antibiotik yang diimpor AS dari China.

Dari 40% tersebut antara lain 90% chloramphenicol, 93% tetracyclin dan 52% penisilin.

Zhang Weiwei profesor hubungan internasional di Universitas Fudan menganggap ketergantungan AS terhadap suplai obat medis dasar adalah senjata yang bisa dimanfaatkan Beijing.

Baca Juga: Sering Dikira Pacarnya, Sosok Pria yang Sering Berjalan di Samping Gadis 15 Tahun Ini Ternyata Orang yang Tak Terduga Ini

Ia tahun ini berpidato bahwa "semua rumah sakit di AS harus tutup tanpa suplai obat dari China," ujarnya.

China adalah produsen bahan farmasi aktif terbesar di dunia, yang sebagian besar obat yang diproduksi merupakan obat generik.

Ada lebih dari 11 ribu pabrik farmasi, dan India, AS serta Jepang adalah tujuan ekspor ketiga terbesar.

BPOM AS tidak memiliki informasi spesifik seberapa banyak volume yang diproduksi API di China.

Baca Juga: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Palestina Kini Terancam Ditinggalkan Negara-negara Arab, Mesranya Hubungan UEA dan Isrel Jadi Pemicunya

Namun dalam surat kepada BPOM AS Agustus tahun lalu, ketua komite keuangan Senat Chuck Grassley mengestimasi ada sekitar 80 per jumlah yang dipakai di AS diproduksi di China dan India.

Industri obat generik India juga bergantung hebat dengan China.

Mereka mengimpor 75% obat generik dari China, tapi hanya karena lebih murah seperti tertuang dalam publikasi India eHealth Online.

Memproduksi obat di China sebagai produsen listrik terbesar dunia juga lebih efektif di ongkos biaya, tulis laporan tersebut.

Baca Juga: 'Pak Karno Suka ke Sini, Terus Parkir Helikopter,' Begini Misteri Vila Gunung Riung Puncak yang Disebut Sebagai Lokasi Petilasan Soekarno, Lihat Juga Kondisinya

Tidak hanya menjadi produsen antibiotik terbesar, China juga produsen dan pengekspor vitamin terbesar.

'Senjata nuklir' ini bisa meruntuhkan AS yang harus kelimpungan menemukan suplai pengganti di waktu yang singkat,

Namun ini juga sebabkan masalah bagi perusahaan China, karena mereka juga menggantungkan ekspor ke AS.

Jika produk-produk itu tidak diekspor maka perusahaan dapat bangkrut.

Baca Juga: Bikin Jengkel dan Menyakitkan? Ini Tanda-tandanya Kalau Pasangan Hanya Memanfaatkan Anda, Salah Satunya Mungkin Anda Rasakan Sendiri

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait