"Jika mereka hanya menghabiskan 20 persen dari apa yang mereka habiskan untuk membuat senjata nuklir, tidak ada yang harus mati di Korea Utara karena kelaparan tetapi rezim memilih untuk membuat kita lapar," katanya.
Aktivis itu melarikan diri dari Korea Utara di usia 13 tahun dengan menyeberang ke China sebelum ditangkap oleh pedagang manusia.
Setelah melarikan diri dari para penculiknya, dia dan ibunya melarikan diri ke Mongolia dan mencari perlindungan di Korea Selatan, sebelum pindah ke AS.
Kini, dia inggal di Chicago bersama suaminya dan telah menjadi aktivis hak asasi manusia.
Setelah semua yang terjadi, Yeonmi mengatakan, dia bersyukur bisa lahir di Korea Utara meski mengalami kesulitan.
Pasalnya, dengan begitu, matanya dapat terbuka dari 'kegelapan'.
"Jika saya tidak dilahirkan dalam penindasan dan kegelapan total, saya tidak berpikir saya akan melihat terang di sini," katanya.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?
Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini
Penulis | : | Khaerunisa |
Editor | : | Khaerunisa |
KOMENTAR