Advertorial

Masih Trauma Karena Ledakan, Warga Beirut Lebanon Malah Harus Hadapi Ancaman Mematikan Ini, 'Bisa Ganggu Manusia dan Lingkungan'

Mentari DP

Editor

Hingga saat ini, pihak berwenang belum memastikan bahan apa saja yang terbakar dalam kebakaran gudang pelabuhan.
Hingga saat ini, pihak berwenang belum memastikan bahan apa saja yang terbakar dalam kebakaran gudang pelabuhan.

Intisari-Online.com - Masih ingat ledakan besar yang terjadi di Beirut, Lebanon beberapa waktu lalu?

Hingga kini, warga Lebanon masih mengalami trauma.

Walau begitu, mereka masih berusaha untukmembersihkan pecahan kaca dan menyeka permukaan yang dipenuhi debu.

Sayangnya, kondisi ini semakin berat.

Baca Juga: Kisah Chadwick Boseman Pemeran Black Panther yang Meninggal Dunia, Ternyata Sudah Menahan Sakit Kanker Saat Harus Syuting Film

Di mana debu-debu inilahyang menurut banyak orang merupakan ancaman besar bagi kota.

"Hal yang paling berbahaya saat ini adalah tak ada yang tahu."

"Apa yang sebenarnya meledak selain amonium nitrat? Seberapa beracun debu tersebut?" kata Manajer Program Greenpeace's Middle East and North Africa di Beirut Julien Jreissati, dikutip dari DW pada Kamis (27/8/2020).

"Kami tidak tahu jenis pencemaran apa, tingkat pencemarannya bagaimana, apa potensi dampaknya."

Baca Juga: Pantas Penyebarannya Semakin Menjadi-jadi, Ternyata Ditemukan Mutasi Virus Corona Baru di Indonesia, 'Lebih Ganas dan Jauh Lebih Menular'

"Oleh karena itu, apa potensi penanggulangannya," sambungnya.

Hingga saat ini, pihak berwenang belum memastikan bahan apa saja yang terbakar dalam kebakaran gudang pelabuhan.

Efek samping amonium nitrat

Sejauh ini yang diketahui adalah ketika amonium nitrat dipanaskan dan meleleh, maka akan melepaskan gas beracun seperti nitrogen oksida (NOx) dan gas amonia (NH3).

Gas-gas ini, berbahaya bagi sistem pernapasan manusia dan lingkungan.

Bahkan pada gilirannya, gas tersebut akan bereaksi jika tercampur dengan bahan kimia lain.

Tidak ada informasi terkini tentang tingkat polusi udara saat ini.

Sebab, Lebanon telah menutup sistem pemantauannya untuk memangkas biaya pada 2019.

Seorang profesor kimia di American University of Beirut Najat Saliba beserta timnya telah mengambil sampel udara dengan sensor yang mereka miliki.

Saliba berharap mendapatkan hasil dalam waktu sekitar satu bulan atau dua kali lipat dari prosedur biasa karena keruntuhan ekonomi negara.

"Kami benar-benar kehabisan sumber daya seperti standar kualitas dan peralatan untuk melakukan pengujian," kata dia.

Baca Juga: Resepsi Pernikahan Berujung Tragis, Kedua Pengantin, Keluarga, dan Puluhan Tamu hingga Tetangga Positif Covid-19, Langsung Jadi KlasterBaru di Pangandaran

Meski polusi udara sudah memprihatinkan, Saliba mencatat ada masalah lebih besar yang membayangi Beirut, yaitu sampah.

Krisis sampah

Pesan itu bukan pertanda baik bagi Beirut yang telah berurusan dengan krisis sampah selama beberapa tahun.

Pada 2015, pemerintah gagal bereaksi cukup cepat setelah tempat pembuangan sampah besar ditutup, sehingga membuat jalan dan pantai dipenuhi gundukan sampah.

Aspek baru dari masalah ini adalah jenis puing yang sedang dibersihkan.

Menurut Seoud dari UNDP, ada banyak barang yang sulit dibuang seperti AC, kompresor, elektronik.

Ada juga limbah medis dari pandemi Covid-19 dan limbah kimia yang dapat menyebabkan masalah air kota.

Sementara itu, Beirut sedang menunggu untuk mengetahui apakah semua pipanya masih utuh pasca-ledakan.

Dengan kondisi tersebut, warga sipil dan LSM sama-sama berharap bahwa bencana ini dapat menandai titik balik negara itu menuju lebih baik.

(Ahmad Naufal Dzulfaroh)

(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Ledakan Beirut Menyebabkan Polusi Besar-besaran, Seperti Apa Kondisinya?")

Baca Juga: Dijaga 20 Mata-mata dan Dikelilingi Sistem Canggih, Agen Mossad Israel Berhasil Obrak-abrik Lemari Besi Iran dan Curi Dokumen Nuklir, 'Misi Selesai Hanya Dalam Waktu 6,5 Jam Saja'

Artikel Terkait