Advertorial
Intisari-online.com -Saat ini sudah tahun 2020, dan Perang Dingin maupun Perang Dunia 2 sudah hanya tinggal kenangan.
Namun pondasi perang yang sebenarnya hanya perdebatan liberal melawan komunisme masih menjalar di era modern ini.
Negara liberal contohnya adalah AS bersama sekutu Uni Eropa dan Inggris mereka, yang sering disebutkan sebagai kekuatan Barat dengan segala hegemoni kemajuan mereka.
Negara komunis yang menarik perhatian tentu saja Rusia dan China, meski Rusia lebih condong ke sosialis-komunis.
Perang ideologi ini juga yang sebabkan Perang Vietnam, serta perpecahan Semenanjung Korea.
Korea Selatan menjadi sekutu AS dan negara barat, sedangkan Korea Utara mendapat sokongan dari China dan Rusia.
Kedua negara yang awalnya adalah dinasti kerajaan hebat itu kini menjadi dua negara dengan kondisi sangat bertolak belakang akibat pengaruh dua ideologi yang berbeda.
Ideologi memang menjadi dasar semua manuver politik di dalam negeri maupun politik internasional, sehingga tidak mengherankan jika komunis melawan liberalisme masih ada sampai sekarang.
Sama halnya dengan AS dan sekutu liberal yang berusaha mencari sekutu baru untuk lebarkan sayap liberalismenya, China dan Rusia juga lakukan hal yang sama.
Namun, tidak semua negara serta merta mulai berpihak pada poros manapun.
Masih banyak yang ingin menjalankan politik internasional yang bebas dan tidak terikat ideologi apapun dan kembangkan kemajuan negara mereka sendiri.
Hanya saja saat negara tersebut diserang oleh salah satu dari kedua poros itu, tentunya negara itu akan mulai berpihak ke salah satu poros lawan negara yang menyerang mereka.
Hal tersebut natural dan bukan rahasia umum lagi.
Seperti yang terjadi di India, yang digempur oleh China di Lembah Galwan.
India kemudian mulai perkuat relasi dengan AS dan sekutu barat untuk menyediakan bantuan kepada mereka.
Namun siapa sangka, India juga mulai bertransaksi alutsista dengan Rusia, negara sekutu China sendiri.
Apakah Rusia menyepakati transaksi tersebut? Ya, Rusia menyanggupi hal tersebut.
Aneh bukan? Rusia, sahabat dekat China, justru menyokong India yang ingin usir China dari Lembah Galwan.
Namun rupanya urusan transaksi alutsista hanya salah satu dari sekian banyak keretakan hubungan Rusia dan China.
Salah dua dan salah tiga mengenai kerenggangan hubungan mereka adalah perbedaan sejarah mengenai Vladivostok dan terlambatnya pengiriman rudal Rusia ke Beijing.
1. Prahara Vladivostok
Bulan lalu, pembagian wilayah Vladivostok bocor ke publik, yaitu saat Kedutaan Besar Rusia mengunggah video tentang upacara peringatan hari jadi kota yang ke-160.
China geram akan hal ini, karena Vladivostok pernah menjadi milik mereka.
Wilayah modern Primorsky Krai dengan ibu kota administratifnya Vladivostok, adalah bagian dari wilayah Manchuria Dinasti Qing sebelum dianeksasi oleh kekaisaran Tsar tahun 1860.
Aneksasi itu terjadi setelah kekalahan Tiongkok di tangan Inggris dan Perancis selama perang opium kedua.
Warga China mengkritik unggahan kedutaan besar tersebut sebagai pengingat menyakitkan terkait sejarah saat China dipermalukan di tangan kekuatan asing.
Beberapa kemudian mengingatkan China seharusnya merespon unggahan tersebut dengan pikirkan kembali posisi China terhadap masalah semenanjung Krimea.
Rusia mengakuisisi Krimea dengan paksaan dari Ukraina tahun 2014 lalu dan menganeksasinya tahun depannya.
China selama ini tetap netral dalam masalah itu.
2. Perdagangan Alutsista ke India
Moskow tempatkan posisi mereka cukup sulit dengan publik China saat mereka tingkatkan jumlah penjualan senjata ke New Delhi setelah baku hantam mematikan di Lembah Galwan.
Namun, Rusia sendiri telah lama menyuplai senjata ke India jauh sebelum baku hantam di Himalaya.
Hal itu disampaikan oleh Dmitry Stefanovich, peneliti di Centre for International Security at the Russian Academy of Sciences' Institute of World Economy and International Relations.
Hampir semua senjata strategis India, dari kapal induk sampai kapal selam nuklir diimpor dari Rusia.
"Industri pertahanan Rusia tentunya akan mempertahankan India sebagai pasar mereka, dan akan selalu bersaing dengan Perancis dan AS," ujar Stefanovich.
3. Terlambatnya Pengiriman Misil
Baca Juga: Berbagai Khasiat Kunyit dan Madu, Atasi Amandel dan Hepatitis
Titik retaknya hubungan Rusia dan China juga disebut-sebut karena terlambatnya sistem rudal anti jet tempur S-400 yang seharusnya dikirim dari Rusia untuk China.
S-400 adalah rudal andalan Rusia, mampu menghancurkan target dalam jarak lebih dari 400 km dan ketinggian 30 km.
Bulan lalu situs China NetEase dan Sohu melaporkan pengiriman sedang ditunda karena Virus Corona, tapi Moskow katakan pengiriman itu mereka batalkan.
Menurut portal berita Rusia TASS, China menerima pengiriman pertama tahun 2018 tapi selanjutnya Moskow ketahui Valery Mitko, presiden Akademi Ilmu Sosial Arktik di St. Petersburg, menjadi mata-mata Beijing.
Selanjutnya, Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoygu telah sepakat dengan India untuk mengirimkan 5 rudal S-400 yang telah dibeli India tahun 2018, dan diharapkan dapat dikirim Oktober mendatang.
Tiga hal ini rumit dan membuat hubungan kedua negara menjadi tambah panas.
Namun, isu tersebut terbabat habis setelah India mengklaim jika New Delhi ingin Moskow bergabung dengan inisiatif Indo-Pasifik, sebuah gagasan yang disusun oleh AS.
Indo-Pasifik adalah grup strategis yang dilihat sebagai usaha menjegal China.
Bahkan hal itu dilaporkan sudah dibahas dalam telepon penting antara deputi menteri luar negeri Rusia Igor Morgulov dengan duta besar India untuk Rusia, D.Bala Venkatesh Varma.
India dilaporkan mengatakan kepada Rusia bahwa mereka mendukung proyek Eurasia gagasan Moskow, yaitu langkah Rusia melakukan pivot di wilayah Timur dan tingkatkan kerja sama lebih besar dengan Asia.
Untuk itu, India menawarkan Rusia baiknya mendukung grup Indo-Pasifik dan jangan melihat ide itu hanya sebagai langkah Washington untuk membagi wilayah tersebut.
Menlu AS Mike Pompeo sendiri mengatakan hal itu 'bukan tidak mungkin', tapi banyak yang meragukan niat Rusia untuk mengkhianati China.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini