Pemandangan gelimpangan mayat dan kematian sang ayah membuat Ngatimin muda membulatkan tekat untuk ikut berjuang.
Saat itu, Ngatimin masih menginjak usia kurang lebih 16 tahun.
"Marah saya. Bapak ketembak orang. Tetangga sudah jadi mayat. Saya punya pendapat ikut berjuang saja," ucap Ngatimin.
"Tidak ada yang menyuruh. Kalau siang menginjak pukul 10.00 WIB, saya lari sana lari sini mengikuti perjalanan Angkatan Darat," tambahnya.
Suara deru tembakan dan dentuman bom pesawat menjadi hal yang familiar di telinga Ngatimin Muda.
Ngatimin Muda mengikuti perjalanan tentara Indonesia menyerbu gudang senjata yang ada di barat pangkalan udara Panasan.
Ia hanya melihat dari kejauhan tentara-tentara Indonesia meletakkan senjata laras panjang mereka di sebuah kebun.
Mereka hanya mengandalkan sebilah pisau dalam penyerbuan itu.
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR