Advertorial
Intisari-Online.com -Dalih aktivis Veronica Koman untuk tidak mengembalikan uang beasiswa sebesar Rp773 juta dilucuti olehLembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Klaim Veronica yang ingin dijadikannya senjata agar LPDP tidak bisa menuntutnya justru dibantah dengan telak oleh LPDP.
Apa klaim yang dimaksud? Apa pula bantahan yang diberikan oleh LPDP? Simak uraiannya berikut ini.
Veronica dituduh tidak menjalankan salah satu kewajiban para penerima beasiswa LPDP, yaitu kembali dan berkarya di Indonesia.
Veronica Koman mengatakan hukuman ini diberikan agar dirinya bungkam.
Terutama soal isu hak asasi manusia (HAM) di Papua yang menjadi agenda utama Veronica Koman.
“Hukuman finansial upaya terbaru untuk menekan saya agar berhenti melakukan advokasi soal HAM Papua,” kata Veronica Koman melalui keterangan resminya yang diterima di Jakarta pada Rabu (12/8/2020).
Dikutip dari Kompas TV, hukuman kali ini merupakan keempat kalinya yang didapatkan oleh Veronica Koman.
Sebelumnya Veronica Koman mendapat sejumlah sanksi dan hukuman lain. Termasuk upaya kriminalisasi dari pemerintah Indonesia.
Tak hanya itu, pemerintah juga sempat mendesak Interpol untuk mengeluarkan red notice terhadap dirinya. Juga ada ancaman untuk membatalkan paspornya.
"Kini pemerintah memaksa saya untuk mengembalikan beasiswa sebesar IDR 773,876,918 yang pernah diberikan pada September 2016," ujar Veronica Koman.
Veronica Koman mengatakan alasan pemerintah meminta kembali uang beasiswa itu karena dirinya dianggap tidak mematuhi ketentuan untuk kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan masa studi.Namun klaim tersebut dibantah oleh Veronica Koman.
Dirinya mengaku sempat pulang ke Indonesia pada 2018 usai lulus dari studi Program Master of Laws di Australian National University.
Diakui oleh Veronica Koman, saat itu dirinya memang tak ke Jakarta. Melainkan ke Jayapura untuk melakukan sejumlah advokasi terkait isu HAM di Papua.
Setahun kemudian atau pada Maret 2019, Veronica Koman juga pulang ke Indonesia setalah mengunjungi Swiss untuk berbicara di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Selanjutnya, Veronica Koman mengaku memberi bantuan hukum pro-bono kepada para aktivis Papua di tiga pengadilan berbeda di Timika, Papua.
Menurut Veronica Koman, hukuman finansial yang ditujukan kepadanya menunjukkan Kemenkeu telah mengabaikan fakta bahwa dirinya sempat kembali ke Indonesia setelah lulus masa studi.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga mengabaikan fakta bahwa dirinya telah menunjukkan keinginan kembali ke Indonesia. Dengan catatan Veronica Koman dibebaskan dari segala tuduhan dan ancaman.
Lebih lanjut, Veronica Koman mengatakan, dirinya tercatat dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada Agustus 2019.
Kala itu Veronica Koman memanfaatkan visa tiga bulan saat tengah berada di Australia untuk menghadiri prosesi wisuda.
"Ketika berada di Australia pada Agustus 2019, saya dipanggil oleh kepolisian Indonesia. Saya ditempatkan dalam daftar pencarian orang (DPO) pada September 2019," katanya.
Mendapat status sebagai DPO, tak membuat Veronica Koman diam. Veronica Koman mengaku tetap bersuara untuk melawan narasi yang dibuat aparat ketika internet dimatikan di Papua.
“Saya waktu itu tetap memposting foto dan video ribuan orang Papua yang masih turun ke jalan mengecam rasisme dan meminta referendum penentuan nasib sendiri," ujar Vernonica Koman.
Karena itu, Veonica Koman menuliskan sebuah surat yang ditujukan kepada Kementerian Kuangan, terutama Sri Mulyani agar bersikap adil dan netral.
“Melalui surat ini, saya meminta kepada Kemenkeu terutama Menteri Sri Mulyani untuk bersikap adil dan berdiri netral dalam melihat persoalan ini,” kata Veronica Koman.
“Sehingga tidak menjadi bagian dari lembaga negara yang hendak menghukum saya karena kapasitas saya sebagai pengacara publik yang memberikan pembelaan HAM Papua," tegasnya.
Dibantah LPDP
Namun, klaim Veronica Koman bahwa dirinya pernah kembali dan mengabdi di Indonesia setelah lulus pada 2018 dibantah oleh LPDP.
Berdasarkan informasi yang diterima LPDP, Veronica sempat kembali ke Indonesia pada tahun 2018 untuk mendampingi aksi mahasiswa Papua di Surabaya, namun belum dalam keadaan lulus dari studinya.
"Kembalinya VKL ke Indonesia pada 2018 adalah saat VKL belum lulus dari studinya sehingga kepulangan VKL ke Indonesia bukan dalam status yang bersangkutan sebagai alumni, namun sebagai awardee on going dan tidak dapat dianggap kembali ke Indonesia dalam konteks pemenuhan kewajiban alumni," jelas keterangan tertulis LPDP, Kamis (13/8/2020).
"VKL lulus pada Juli 2019 dan baru melaporkan kelulusan pada aplikasi sistem monitoring dan evaluasi LPDP pada tanggal 23 September 2019 namun belum disampaikan secara lengkap," jelas mereka.
Artikel ini telah tayang di TribunnewsWiki.com dengan judul Disuruh Kembalikan Beasiswa Rp 773 Juta, Veronica Koman Tulis Surat untuk Sri Mulyani soal Keadilan.