Advertorial
Sudah Tua dan Lansia, Nyatanya Para Korban 'Ringan' Bom Atom Hiroshima Ini Tidak Pernah Mendapat Akses Kesehatan Gratis dari Pemerintah Tidak Seperti Korban Lainnya
Intisari-online.com -Agustus 6 1945 adalah hari bersejarah ketika pasukan AS menjatuhkan bom di Hiroshima, kota di barat daya Jepang.
Lebih dari 70 ribu orang langsung meninggal pada saat itu.
Menyusul berikutnya, tiga hari kemudian bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki dan membunuh lebih dari 40 ribu warga.
Pengeboman itu tinggalkan puluhan ribu warga lainnya mati perlahan-lahan dari terbakar atau penyakit yang berkaitan dengan paparan radiasi.
Hujan Hitam
Hujan hitam adalah fenomena yang terjadi setelah pengeboman Hiroshima, sebuah hujan dengan tingkat radioaktif tinggi.
Hujan itu jatuh di Hiroshima, tersusun dari campuran partikel remah-remah ledakan, residu karbon dari kebakaran kota yang lalu dan elemen berbahaya lainnya.
Hujan hitam jatuh pada baju dan kulit warga, kemudian terhirup, mengkontaminasi makanan dan air yang mereka konsumsi dan sebabkan keracunan radiasi yang luas.
AS adalah satu-satunya negara yang menggunakan bom atom dalam perang.
Salah satu korban adalah Seiji Takato (79), yang baru berumur 4 tahun saat pengeboman terjadi.
Pria itu kemudian menderita peradangan limfa saat umur 8 dan sejak itu menderita stroke dan sakit jantung.
Namun sampai sekarang, ia dan warga lain yang tinggal di zona paparan "hujan ringan" tidak bisa mendapat akses kesehatan gratis seperti yang diberikan kepada korban dari zona "hujan lebat".
Zona hujan lebat adalah area yang dikenal pemerintah sebagai lokasi dengan dampak kerusakan paling besar dan paling dekat dengan lokasi ledakan.
Hingga akhirnya, pemerintah Jepang memberi bantuan yang sama dan menyatakan jika korban di wilayah zona hujan ringan sama terdampaknya dengan korban dari zona hujan lebat.
"Kami sudah selalu mengatakan kepada pemerintah mengenai fakta dan kebenaran sesuai yang ada. Tapi mereka tidak pernah mendengarkan kami," ujar Takato setelah pengadilan Jepang mengeluarkan keputusannya.
"Aku sangat senang. Aku tidak mengira jika tuntutan kami akan menang kasus ini."
Meski begitu, Takato sedikit takut karena semua korban sudah lansia, sebagian besar berumur 80an dan 90an.
"Kami semua akan mati jika kasus ini diperpanjang lagi," ujarnya.
Peraturan pemerintah yang baru perintahkan pemerintah prefektur dan pemerintah kota berikan para korban tersebut sebuah sertifikat yang mengenali mereka sebagai "korban bom atom".
Sertifikat itu akan berikan mereka tunjangan medis senilai 300 Dolar sebulan.
75 tahun bom Hiroshima
Tahun 2020 ini akan menjadi 75 tahun terjadinya bom Hiroshima, yaitu ketika mantan presiden AS Harry S. Truman perintahkan pesawat pembom US B-29 Enola Gay jatuhkan bom nuklir bernama "Little Boy" di Hiroshima.
Mereka yang selamat menceritakan kejadian naas itu dimulai dengan kilat tanpa suara, diteruskan gelombang panas sangat kuat yang membakar baju.
Orang-orang yang berada di lokasi langsung terbakar menjadi abu.
Selanjutnya ada suara sangat keras yang memekakkan telinga, bagi sebagian orang suara itu juga terasa seperti hujan ratusan jarum.
Kemudian api berkobar, tornado api menyapu seluruh kota.
Mereka yang selamat temukan diri mereka tertutup dengan lepuhan-lepuhan di sekujur tubuh.
Jasad-jasad bergelimpangan di jalanan Hiroshima.
Baca Juga: Viral ‘Gilang Bungkus’ di Media Sosial, Apa Sebenarnya yang Dimaksud dengan Fetish?
Kengerian itu membuat AS dikritik besar-besaran termasuk oleh mantan presiden sebelumnya Dwight D. Eisenhower.
Tahun 2016, Barack Obama menjadi presiden AS pertama yang mengunjungi Hiroshima, dan meminta perjanjian perdamaian untuk "dunia tanpa senjata nuklir."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini