Advertorial
Negaranya Sedang Bersitegang, Mahasiswi China di Australia Kini Malah Jadi Sasaran Penculikan Virtual, Tebusannya Tembus Rp20 Miliar, Begini Cara Licik Pelakunya
Australia sedang berada di tengah ketegangan antara China dan AS saat ini.
Hal tersebut sebabkan Australia memiliki masalah tersendiri dengan China.
Tidak tanggung-tanggung, Australia siapkan berbagai macam amunisi yang diperlukan untuk tangani keberingasan China di Laut China Selatan.
Ketegangan Australia dan China juga merembet kepada dihentikannya impor bahan pangan Australia ke China, membuat ahli khawatirkan munculnya perang dagang baru.
Namun masalah rupanya tidak hanya berhenti di situ.
Mengutip BBC dan CNN, mahasiswi China di Australia sampai ditarget menjadi sasaran 'penipuan penculikan'.
Mungkin terdengar sangat asing bagi Anda apa itu penipuan penculikan.
Banyak kasus sebutkan mahasiswi yang diancam dipaksa untuk memalsukan penculikan mereka sendiri.
Kemudian, mereka membuat video rekayasa penculikan itu dan mengirimkannya kepada kerabat dan keluarga mereka.
Tujuan dari pelaku tindakan ini adalah memeras keluarga mahasiswi China di Australia tersebut untuk menggarong uang mereka.
Dilaporkan ada 8 "penculikan virtual" tahun ini, termasuk dengan nilai jaminan sebesar 2 juta Dolar Australia (Rp 21.004.393.620,00).
Korban penipuan ini percaya jika mereka atau orang yang mereka sayangi sedang dalam bahaya, demikian dilaporkan oleh polisi.
Kepolisian New South Wales (NSW) mengatakan skema penipuan keji ini telah meningkat drastis selama 2020.
Bahkan, kini mulai dilakukan dalam skala industri.
Untuk itu, polisi telah mendesak para mahasiswi dan mahasiswa China untuk segera laporkan adanya telepon ancaman yang mereka terima.
Modus Operandi
Pihak berwenang sebutkan jika penipuan "tipe call center" dilakukan di lepas pantai, sehingga sulit untuk dilacak.
Biasanya melibatkan penipu berpura-pura dari Kedutaan Besar China atau lembaga resmi lainnya.
Mereka menelepon korban dan mengabarkan jika mereka sedang dalam bahaya atau menghadapi ancaman lain.
Penipu itu biasanya menggunakan bahasa Mandarin, kemudian menuntut para mahasiswi membayar denda untuk hindari penangkapan atau deportasi.
Mahasiswa yang tidak mengerti bahasa Mandarin biasanya akan langsung menutup teleponnya, tetapi mahasiswa China akan merespon dengan bahasa Mandarin.
Pada beberapa kasus, ada mahasiswi yang juga diyakinkan untuk menghubungi keluarga dan teman dekat mereka lewat aplikasi WeChat.
Kemudian mereka menyewa kamar hotel dan memalsukan situasi penyekapan untuk memeras keluarga korban penipuan.
Ada seorang ayah mahasiswi sampai sudah membayar lebih dari 2 juta Dolar Australia, sebelum menerima video anaknya disekap dan diikat di lokasi tidak dikenal.
Si ayah tersebut kemudian menelepon polisi di Sydney, yang kemudian mencari anaknya selama 1 jam dan temukan si anak aman di kamar hotel di Sydney.
Kasus lain laporkan jika pembayaran itu berkisar dari 20 ribu sampai 300 ribu Dolar Australia.
"Pada beberapa kasus, keluarga korban sampai membayar dengan semua uang yang mereka miliki, ujar Kepala Detektif Darren Bennett.
Polisi sering temukan korban aman di hari berikutnya, seringnya para korban merasa terlalu malu untuk melaporkan kejahatan tersebut.
"Korban penculikan virtual yang telah kami amankan trauma dengan apa yang telah terjadi, percaya bahwa mereka dan keluarga mereka sedang dalam bahaya," ujar Kepolisian NSW.
Kunci Keberhasilan
Polisi katakan penipuan itu dilakukan dalam skala besar, dan libatkan telepon otomatis yang dikirim ke siapapun yang memiliki marga China di buku telepon.
"Mereka perluas jaringan mereka sangat besar dan mereka dapatkan orang-orang yang percaya akan hal itu, yang sangat menguntungkan untuk mereka," ujar Bennett.
Ia catat jika ada peningkatan sangat tajam beberapa bulan ini, bahkan hampir setiap akhir pekan ada satu korban percaya penipuan itu.
Advokat untuk mahasiswa internasional di Australia mengatakan mereka lebih rentan di tengah pandemi karena mereka tidak bisa bekerja paruh waktu atau mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Polisi, sementara itu mengatakan faktor budaya seperti isolasi dari beberapa mahasiswa internasional membuat mereka menjadi target yang mudah diserang.
Jika mahasiswa yang diserang adalah warga China yang lahir di Australia dan seseorang mengatakan kepada mereka jika mereka terlibat dalam kejahatan terstruktur di China, bisa dengan jelas dianggap itu penipuan.
Namun berbeda dengan mahasiswa China asli, yang di negaranya hukuman penangkapan, deportasi dan jenis hukuman untuk kejahatan yang bervariasi sering terjadi, sehingga penipuan deportasi dan sebagainya membuat mereka khawatir tentang keluarga, situasi dan kondisi rumah mereka.
Sudah merupakan budaya yang mengakar di China bahwa yang terbaik adalah ikuti arahan pemerintah, yang selalu percaya hal terbaik untuk rakyatnya.
Korban dengan mudah dimanipulasi melakukan adegan penyekapan dan penculikan karena mereka telah jatuh ke "kontrol psikologis" penipu tersebut, papar Bennett.
Baca Juga: Pertanda Baik Jika Anda Merinding Saat Mendengar Lagu Tertentu, Itu Tanda Otak Anda Spesial
"Para mahasiswa dan mahasiswi ini bisa lakukan dua hal penting untuk lindungi mereka: pertama, sadar jika penipu itu ada, kedua, meminta bantuan lebih awal jika mereka pikir hal itu terjadi kepada mereka atau seseorang yang mereka kenal," ujar Kepolisian NSW.
Dilaporkan juga ada kasus serupa di Selandia Baru dan AS.
Sementara di Australia penipuan ini telah dilaporkan terjadi di Victoria dan Queensland, serta Sydney.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini