Advertorial

Layaknya Film Aksi Penuh Ketegangan, Dua Mata-mata Perancis ini Terlibat dalam Pertukaran Informasi Rahasia Tingkat Tinggi ke China, Terlibat dalam Genosida Terbesar Negeri Tirai Bambu

May N

Editor

Layaknya Film Aksi Penuh Ketegangan, Dua Mata-mata ini Terlibat dalam Pertukaran Informasi Rahasia Tingkat Tinggi ke China, Terlibat dalam Genosida Terbesar Negeri Tirai Bambu

Intisari-online.com -Dua mantan anggota badan intelijen Perancis telah didakwa oleh pengadilan Perancis karena terbukti membagi informasi rahasia kepada China.

Mengutip South China Morning Post, dalam persidangan rahasia di Paris, dua petugas yang telah pensiun dari Directorate-General for External Security (DGSE) terbukti pada Jumat 10/7/2020 membagi informasi sensitif dengan China.

Kedua mata-mata tersebut adalah Pierre-Marie H (69) yang ditahan 12 tahun penjara dan yang kedua Henri M (73) dengan hukuman 8 tahun penjara.

Namun istri dari Pierre-Marie H juga terbukti terlibat dan dihukum 4 tahun hukum penjara.

Baca Juga: Bidan Tega dan Tolak Bantu Melahirkan, Seorang Ibu Melahirkan Mandiri dan Jadi Tontonan Warga: 'Keesokan Harinya Istri Saya Pendarahan Besar'

Buron sejak 2017

Pierre-Marie H dan Henri M rupanya telah menjadi tersangka sejak Desember 2017.

Namun mereka bisa lolos dengan uang jaminan.

Tahun 1997, Henri M ditunjuk untuk bekerja di Beijing oleh DGSE.

Baca Juga: Covid Hari Ini 13 Juli 2020: Perhimpunan Dokter Patologi Tak Sarankan Rapid Test dan PCR untuk Syarat Perjalanan

Ia juga menjadi sekretaris kedua di Kedutaan Besar Perancis untuk China.

Setahun kemudian, ia terlibat hubungan tidak pantas dengan penerjemah duta besar China.

Beberapa tahun kemudian ia pensiun dan kembali ke China tahun 2003.

Setelah itu ia menikah dengan wanita yang terlibat skandal dengannya, dan membangun rumah di pulau Hainan, China Selatan.

Baca Juga: Bikin Malu, Hotel yang Awalnya Ditujukan untuk Tempat Karantina Ini Justru Jadi Klaster Covid-19 Setelah Banyak Staf Hotel Justru Bersetubuh dengan Tamu, Pemerintah Sampai Berang Tidak Kepalang

Sementara Pierre-Marie H, yang tidak memiliki catatan pergi ke luar negeri untuk waktu cukup lama, ditangkap di bandara Zurich membawa uang tunai.

Uang tunai itu ia dapatkan setelah bertemu seorang kenalan China di pulau perairan Laut India.

Konsekuensi dakwaan

Pierre-Marie H dan Henri M sudah merusak kepentingan dasar negara mereka sendiri.

Baca Juga: Bukannya Ditinggal, Ini Alasan Pengantin Pria Tidak Datang di Resepsi Pernikahannya Sendiri dan Buat Ayah Mempelai Wanita Menangis Penuh Pilu Gantikan Posisi Mantunya di Pelaminan

Kasus ini bocor pada Mei 2018, dan pemerintah Perancis menggambarkannya sebagai kasus yang sangat serius.

Mantan Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly sebutkan keduanya melakukan tindakan pengkhianatan yang dapat membahayakan rahasia keamanan nasional negara mereka.

Temuan mengenai kasus ini awalnya digali sendiri oleh DGSE yang kemudian melaporkan ke jaksa penuntut umum.

Kedua pria ini telah dalam pengawasan beberapa bulan sebelum ditangkap.

Baca Juga: Terpedaya Dipinang dengan Mahar Rp 42 Juta, Sang Istri Tak Sadar Suaminya Ternyata Utang Untuk Lunasinya Ditebus Pakai Ginjal Istri

Skandal Henri M dengan penerjemah China diulas mendalam oleh jurnalis Franck Renaud dalam bukunya, Les Diplomates.

Isu sensitif terkait keterlibatan mata-mata di China

Isu yang melatar belakangi kasus ini termasuk isu sangat sensitif.

Pasalnya selama tahun 1990-an, yaitu ketika Henri M bertugas di Beijing, ketegangan antara China dan Perancis meningkat.

Baca Juga: Bak Rumah Ghaib Bisa Berpindah Sendiri Tiap Malam, Bikin Warga Histeris, Kini Baru Terkuak Fakta Sebenarnya, Ternyata Ini Penyebab Rumahnya Bisa Pindah Sendiri

Pada saat itu ketegangan terjadi karena genosida di Tiananmen Square, China tahun 1989.

Serta, kasus penjualan kapal pengawal Perancis ke Taiwan tahun 1991, seperti dijelaskan oleh Franck Renaud.

"Skandal itu telah membuat banyak masalah untuk DGSE," yang bahkan harus menarik operasi mereka di China saat itu, ujar Renaud.

Genosida Tiananmen Square 1989

Baca Juga: Covid Hari Ini 12 Juli 2020: Jika Vaksin Telah Ada, Akankah Penyebarannya Rata untuk Semua Negara?

Melansir Wikipedia, genosida atau pembunuhan massal Tiananmen Square tahun 1989, dikenal juga dengan Insiden Empat Juni adalah demonstrasi dipimpin oleh mahasiswa yang diadakan di Tiananmen Square, Beijing tahun 1989.

Protes dimulai pada 15 April dan dipaksa berhenti pada 4 Juni ketika pemerintah China deklarasikan darurat militer.

Selanjutnya militer dikirim untuk mengakuisisi pusat Beijing, dan tentara bersenjata senapan serbu serta tank menembakkan senjata-senjata tersebut ke para demonstran dan siapapun yang berusaha memblokir masuknya militer untuk menghentikan para protestan.

Estimasi angka kematian bervariasi dari ratusan ke ribuan protestan, dan lebih dari itu banyak yang alami cedera berat.

Baca Juga: Girang Dinikahi Pria 45 Tahun Lebih Muda, Malamnya Langsung Tancap Gas 'Ritual Malam Pertama', Paginya Nenek Ini Mengeluh Kesakitan Pada Bagian Intim, 'Aku Seperti Menunggang Kuda

Protes itu terjadi karena keresahan yang muncul mengenai masa depan China setelah kematian sekretaris umum partai Komunis pro-reformasi Hu Yaobang pada April 1989.

Keterlibatan kedua mantan mata-mata tersebut adalah mereka tidak mengikuti protokol Operasi Yellowbird atau Operasi Siskin.

Operasi Siskin adalah operasi dilakukan Hong Kong untuk membantu para protestan China di Tiananmen Square tersebut,

DGSE, bersama intelijen rahasia Inggris (MI6) dan CIA harusnya terlibat dalam operasi tersebut membantu para penyelundup keluar dari China dan mendapat ekstradisi ke Hong Kong.

Baca Juga: Gegara Cecunguk Ini, Malam Pertama yang Ditunggu-tunggu Sepasang Pengantin Baru Rusak Berantakan Setelah Ia Nekat Susupi Kamar Pengantin, Akal Bulusnya Benar-benar Bejat

Namun kedua mata-mata itu justru membantu China dengan memberikan informasi rahasia mengenai operasi tersebut, meskipun belum diketahui dampak informasi tersebut terhadap operasi Siskin.

Penjualan Kapal Pengawal ke Taiwan 1991

Kedua mata-mata itu juga terlibat dalam pertukaran informasi penjualan kapal pengawal untuk membantu kebebasan Taiwan pada tahun 1991.

China marah setelah informasi tersebut mereka dapatkan dan bertindak untuk mencegah adanya perlawanan dari Taiwan sejak itu.

Baca Juga: Punya Utang Rp5.258 Triliun, dan Terus Bertambah Sepanjang Waktu Ternyata Segini Total Aset yang Dimiliki Indonesia, Benarkah Aman dari Kebangkrutan?

Secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua mata-mata itu justru membantu rezim komunis China untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan mengenai merebaknya demokrasi di negara mereka, sementara ranah dalam pekerjaan mereka harusnya membantu demokrasi untuk tetap berjalan.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait