Advertorial
Intisari-Online.com -Ternyata bukan semata pentungan berpaku yang membuat bentrokan tentara China dan India sampai renggut banyak nyawa, kondisi Lembah Galwan ini dipastikan turun berperan.
Seperti diberitakan sebelumnya, bentrokan berdarah terjadi di Lembah Galwan yang merupakan area perbatasan China dan India.
Sejak awal Mei, kedua tentara berhadapan di perbatasan di mana India mengatakan pasukan China telah menyusup dan membangun struktur sementara.
Konfrontasi berubah menjadi perkelahian mematikan pada hari Senin, 16 Juni 2020, malam.
Dalam bentrokan tentara dari kedua negara tersebut, diduga lebih dari 60 tentara harus meregang nyawa.
India sudah mengonfirmasi bahwa 20 orang tentaranya meninggal dalam bentrokan tersebut.
Sementara China, meski belum juga memberikan konfirmasi mengenai jumlah korban jiwa, diperkirakan kehilangan lebih dari 40 orang tentaranya akibar bentrokan tersebut.
Ini adalaha bentrokanpaling serius sejak 1967, tahun ketika terjadi bentrokan di perbatasan kedua negara hingga menimbulkan korban jiwa ratusan tentara.
Bentrokan itu sendiri dipastikan terjadi tanpa melibatkan satu pun senjata militer yang dimiliki para tentara.
Sejak baku tembak yang terjadi pada 1967, kedua negara tidak pernah lagi menggunakan senjata jika bentrokan sampai terjadi.
Tentara di bawah instruksi untuk menjaga senapan mereka agar tetap digantung di punggung mereka
Hal ini merujuk pada kesepakata yang dibuat pada 1996 antara India dan China.
Dalam perjanjian damai LAC tersebut,kedua belah pihak sepakat tidak akan menggunakan kekuatan miiliter dalam konflik perbatasan.
Para pakar mengatakan, sesuai kesepakatan, tentara dari kedua negara kemudian menggunakan senjata lain termasuk tangan, batu, kayu yang dipasang paku atau kawat berduri.
Nah, dalam bentrokan yang terjadi hari Selasa, militer India mengatakan 20 tentaranya tewas dan 17 mengalami luka berat.
"Serdadu China menyerang dengan batangan besi, perwira komandan mengalami cedera serius dan jatuh, dan ketika terjadi, lebih banyak tentara tiba di lokasi kejadian dan diserang dengan batu," kata sumber pemerintah India kepada Reuters.
Baca Juga: Terungkap Lewat Foto Satelit, Ada Aktivitas Besar di Sisi China Sebelum Bentrok dengan India Meletus
Associate Profesor Jian Zhang, pakar kebijakan China di UNSW Canberra mengatakan kepada ABC mengatakan penggunaan senjata non-militer menggambarkan keinginan kedua pihak guna menghindari kemungkinan situasi di perbatasan berkembang menjadi konflik militer.
Walau pejabat China tidak menjelaskan apakah ada korban di pihak mereka, editor tabloid milik pemerintah The Global Times lewat Twitter-nya mengatakan tentara mereka juga tewas dalam bentrokan tersebut.
Tak perlu pentungan dan batu pun sudah mematikan
Namun, sebenarnya bentrokan yang terjadi di Lembah Galwan pada Senin malam tersebut diyakini akan tetap bersifat mematikan meski tidak menggunakan pentungan paku atau batu.
Lembah Sungai Galwan merupakan daerah dataran tinggi dengan iklim yang keras.
Laporan-laporan media mengatakan bahwa pasukan India dan China bentrok di punggung bukit setinggi hampir 4,3 kilometer di sepanjang medan yang curam. Beberapa prajurit bahkan jatuh ke Sungai Galwan yang mengalir deras dalam suhu di bawah nol.
Pada Selasa (16/06) malam, tentara India mengkonfirmasi bahwa 17 dari mereka yang tewas "terluka parah saat bertugas di lokasi pertikaian dan terpapar pada suhu di bawah nol di dataran tinggi".
Diperkirakan beberapa tentara meninggal karena luka-luka mereka, tidak mampu bertahan dalam suhu dingin selama satu malam.
Ladakh, wilayah dengan bukit-bukit yang puncaknya tertutup salju dan lembah-lembah kering, adalah dataran tertinggi di India, 3.000 m (9.800 kaki) di atas permukaan laut.
Tempat ini adalah gurun dingin dengan suhu mencapai -20C pada musim dingin. Jarang ditemukan tumbuh-tumbuhan di tanahnya yang longgar dan berpasir, kecuali di sepanjang aliran sungai dan lahan basah, serta di beberapa lereng tinggi dan lahan irigasi.
Penyebab utama kematian pada ketinggian dan suhu yang ditemukan di Ladakh adalah radang dingin (frostbite), kondisi yang disebut edema paru di ketinggian (high-altitude pulmonary oedema) yang terjadi orang dari dataran rendah naik dengan cepat ke ketinggian lebih dari 2.500 m, dan kondisi medis lain yang disebut edema serebral di ketinggian (high-altitude cerebral oedema), yaitu pembengkakan otak dengan cairan karena efek fisiologis dari perjalanan ke tempat yang tinggi.
Ya, tak perlu pentungan berpaku dan batu atau bahkan senjata untuk membuat bentrokan tentara dari kedua negara tersebut menjadi mematikan.
Kondisi alam Lembah Galwan yang sangat keras sudah menjadi "senjata perenggut nyawa" kepada siapapun yang tak siap menghadapinya.