Advertorial
Intisari-Online.com - Hingga hari ini, Kamis (18/6/2020) pukul 16.00 WIB, Amerika Serikat masih menjadi negara dengan kasus positif dan kasus kematian akibat virus corona (Covid-19) tertinggi di dunia.
Berdasarkan data dari Worldometers.info, ada 2.234.475 kasus positif virus corona di Amerika Serikat.
Sementara itu, ada 119.941 kasus kematian dan 918.796 lainnya dinyatakan sembuh.
Umumnya, setiap hari ada penambahan lebih dari 20.000 kasus baru.
Misalnya darihari ini ada penambahan 26.071 kasus baru dalam 24 jam.
Tingginya angka kasus virus corona di Amerika Serikat nyatanya tak berpengaruh pada sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Bahkan dilansir dari Reuters.com pada Kamis (18/6/2020), Presiden Trump mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak akan menutup bisnis lagi walau beberapa negara bagian melaporkan meningkatnya jumlah infeksi virus corona baru.
“Kami tidak akan menutup negara lagi. Kami tidak perlu melakukan itu, "kata Trump dalam sebuah wawancara dengan Fox News Channel.
Apa yang diucapkanTrump muncul setelah penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin mengatakan Amerika Serikat tidak bisa menutup ekonomi lagi.
Untuk melakukan antisipasi,Wakil Presiden Mike Pence langsung menelpon setiap gubernur negara bagian untuk meningkatkan rapid test.
Dengan begini, mereka yang terinfeksi segera bisa menjalani perawatan dan tidak merugikan orang lain.
Memang pada dasarnya Amerika Serikat menjadi salah satu negara yang banyak melakukan rapid test.
Dengan pernyataan Trump tersebut, maka sekolah, gym, restoran, dan lokasinya yang ditutup sejakMaret akan segera dibuka.
Walau begitu, pemerintah tetap memperingatkan untuk menjaga kesehatan masing-masing.
Popularitas Trump menurun
Hanya saja, pernyataan tersebut tidak mendapat respon baik dari warga AS.
Apalagi melihat jumlah pasien virus corona di AS yang terus meningkat.
Belum lagi fakta bahwa jutaan orang AS menganggur akibat pandemi.
Mereka menyebut, alasan terkuat Trump ingin membuka kembali ekonomi adalah untuk Pemilihan Presiden AS pada November 2020 mendatang.
Dan berita buruknya adalah popularitas Trump menurun ke level terendah dalam tujuh bulan dalamjajak pendapat Reuters / Ipsos.
Baca Juga: Semenanjung Korea Makin Tegang, Jika Korut dan Korsel Berperang, Militer Siapa yang Lebih Unggul?
Calon presiden dari Partai Demokrat Joe Bidendilaporkan unggul13 poin atas Presiden Donald Trump.
Dan ini merupakan margin terlebar pada tahun ini.
Ada dua alasan mengapa popularitas Trump menurun.
Pertama karena kritik atas sikap Trump selama pandemi virus corona dan protesterhadap kebrutalan polisi dalam aksi unjuk rasa besar-besaran yang terjadi di seluruh AS.
Dalam jajak pendapat 10-16 Juni 2020, 48% pemilih terdaftar mengatakan mereka akan mendukung Biden.
Sementara hanya 35% yang mengatakan mereka akan tetap mendukung Trump.
Tak hanya di jajak pendapat ini Trump kalah dari Biden.
Sebuah jajak pendapat CNN serupa dari awal bulan ini menunjukkan Biden dengan keunggulan 14 poin atas Trump di antara pemilih terdaftar.
Jajak pendapat Reuters / Ipsos juga menunjukkan bahwa 57% orang dewasa AS tidak menyetujui kinerja Trump di kantor.
Sementara hanya 38% yang menyetujui.