Advertorial
Intisari-Online.com - Sempat mereda selama pandemi virus corona, aksi demonstrasi besar anti-Beijing kembali berlangsung di Hong Kong sejak beberapa pekan terakhir.
Demonstrasi itu dipicu oleh rencana pemerintah Hong Kong mengadopsi RUU Keamanan Nasional yang diusulkan China.
Kisruh di Hong Kong membuat bekas Gubernur Hong Kong, Chris Patten angkat bicara.
Ia menilai, Presiden China Xi Jinping sangat gugup dengan posisi Partai Komunis China sehingga ia mempertaruhkan perang dingin baru dan membuat posisi Hong Kong sebagai pusat keuangan di ujung tanduk.
Chris Patten adalah Gubernur terakhir yang ditempatkan Inggris di Hong Kong.
Patten mengatakan, tindakan keras Xi di Hong Kong berisiko memicu arus keluar modal dan orang-orang dari Hong Kong yang menyalurkan sebagian besar investasi asing ke daratan China.
"Kami telah lama melewati tahap di mana tanpa menginginkan perang dingin lainnya, kami harus bereaksi terhadap fakta bahwa Xi Jinping sepertinya menginginkannya sendiri," kata Patten seperti dikutip Reuters.
Patten menyebut Xi Jinping sebagai seorang diktator yang "gugup" tentang posisi Partai Komunis di Tiongkok setelah mengkritik penanganan awal wabah virus corona dan dampak ekonomi dari ketidaksetujuan perdagangannya dengan Amerika Serikat (AS).
"Salah satu alasan Xi Jinping memunculkan semua perasaan nasionalis tentang Hong Kong ini, tentang Taiwan dan tentang masalah-masalah lain, adalah bahwa ia lebih gugup daripada pejabat mana pun yang mengizinkan posisi Partai Komunis di China," katanya.
Baca Juga: Gelombang Mirip Tsunami Setinggi 3 Meter di Kawah Ijen Tewaskan Satu Orang, Kenapa Bisa?
Kedutaan China di London tidak segera menanggapi permintaan komentar soal pernyataan Patten ini.
Patten, yang kini berusia 76 tahun, menyaksikan bendera Inggris diturunkan di atas Hong Kong ketika koloni itu dikembalikan ke China pada tahun 1997 setelah lebih dari 150 tahun di bawah kekuasaan Inggris.
Otonomi Hong Kong dijamin berdasarkan perjanjian "satu negara, dua sistem" yang diabadikan dalam Deklarasi Bersama China-Inggris tahun 1984.
Baca Juga: Apes! Lebih dari 10.000 Kendaraan yang Tak Punya SIKM Ditindak Polisi, Begini Nasib Mereka
Belakangan ribuan pengunjuk rasa Hong Kong turun ke jalan menentang undang undang keamanan nasional.
Parlemen China pada minggu ini telah menyetujui keputusan untuk membuat undang-undang bagi Hong Kong yang bisa mengekang hasutan, pemisahan diri, terorisme, dan campur tangan asing.
"Xi Jinping membenci hal-hal yang dijanjikan Hong Kong di bawah 'satu negara, perjanjian dua sistem' yang diajukan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dengan sengaja dia langgar," kata Patten. "Apa yang dia harap bisa dia lakukan adalah untuk menghancurkan Hong Kong."
Patten mengatakan, tindakan Xi Jinping telah menempatkan posisi Hong Kong sebagai pusat keuangan internasional utama Asia kini dipertanyakan.
"Apa artinya? Ini berarti tanda tanya yang serius bukan hanya tentang masa depan Hong Kong sebagai masyarakat bebas, tetapi juga tentang kemampuan Hong Kong untuk terus berlanjut sebagai pusat keuangan internasional utama di Asia,” kata Patten.
Ia menambahkan, banyak orang akan mencoba meninggalkan Hong Kong dan arus modal juga akan mengalir keluar.
Otonomi Hong Kong, sampai sekarang, telah memberikan kepercayaan kepada investor terhadap sistem hukum dan tata kelola wilayah tersebut. Sementara sistem hukum Tiongkok bertanggung jawab kepada Partai Komunis.
"Apa yang Anda hadapi dalam konflik adalah gagasan diktator tentang apa hukum itu dengan common law yang tidak diragukan lagi akan menyebabkan pertikaian konstitusional," imbuh Patten.
Artikel ini pernah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Mantan Gubernur Hong Kong sebut Xi Jinping seorang diktator yang gugup"