Advertorial
Intisari-Online.com -Pemerintah China akhirnya mengambil tindakan tegas sekaligus mahal demi memusnahkan sumber utama penyebaran virus corona.
Seperti kita ketahui selama ini, banyak penelitia yang menganggap bahwa pasar hewan liar di Wuhan merupakan titik pertama penularan virus corona dari hewan ke manusia.
Namun, selama ini pemerintah hanya menutup sementara pasar hewan liar tersebut. Bahkan pasar tersebut sempat kembali dibuka saatlockdown di Wuhan mulai dilonggarkan.
Namun, kini pemerintah China, setelah mendapat desakan dari banyak pihak serta mulai munculnya gelombang kedua Covid-19 di China, memutuskan untuk benar-benar menghentikan pasar tersebut.
Kebijakan tersebut pun pada akhirnya harus dibayar dengan sangat mahal oleh pemerintah China, khususnya pemerintah Wuhan.
Mereka harus rela mengeluarkan dana besar karena telah menjajinkan kompensasi kepada setiap hewan yang diperlakukan seperti ini oleh para pedagangnya.
"Jasa perdagangan online, pasar komersial, pasar pertanian dan restoran, serta perusahaan transportasi dan logistik tidak boleh memasok tempat atau layanan untuk konsumsi satwa liar," tulis pemerintah Wuhan di situs webnya pada Kamis (21/5/2020).
Perburuan hewan liar juga dilarang, kecuali untuk tujuan "penelitian ilmiah, pengaturan populasi, dan pemantauan penyakit epidemi."
Larangan serupa diterapkan pada pengembangbiakan hewan liar, dengan pengecualian untuk tujuan "perlindungan spesies, penelitian ilmiah, dan pameran hewan (seperti kebun binatang dan taman margasatwa)" yang telah disetujui pemerintah.
Aturan di Wuhan ini muncul setelah pemerintah pusat memutuskan untuk melarang konsumsi dan perdagangan hewan liar dengan efek langsung pada 24 Februari.
Oleh karena penyakit Covid-19 yang telah menyebar ke seluruh dunia, China dibanjiri kritik tentang penanganan awal wabah.
Banyak muncul juga seruan untuk melakukan penyelidikan independen atas asal-usul wabah ini.
Sebagian besar peneliti percaya virus corona ditularkan dari hewan ke manusia, sebelum menyebar luas dan bermutasi.
Pasar Makanan Laut Huanan sementara itu belum dikonfirmasi sebagai sumber penyakit ini, meski menjual hewan liar dan unggas hidup. Pasar ditutup pada Januari.
Sejak diberlakukannya larangan perdagangan hewan liar, pemerintah di tingkat nasional dan provinsi telah berencana memberi kompensasi ke penduduk yang terkena dampaknya.
Pada 8 April diterbitkan pemberitahuan yang mewajibkan pejabat lokal untuk memberi kompensasi kepada peternak di beberapa provinsi, termasuk Huanan, Guangdong, dan Jiangxi.
Pada Senin (18/5/2020) pemerintah Huanan mengatakan akan melakukan pembayaran satu kali kepada peternak 14 jenis binatang liar, termasuk tikus bambu, tikus Belanda, kijang, musang, dan ular.
Pemberian kompensasi dilakukan dengan syarat mereka melepaskan hewan-hewan itu kembali ke alam.
Dana kompensasi akan bervariasi, mulai dari 24 yuan (Rp 50.000) untuk seekor marmut, hingga 2.457 yuan (Rp 5 juta) untuk seekor kijang.
Sara Platto dari Yayasan Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan Hijau China yang merupakan organisasi nirlaba di Beijing mengatakan, ia menyambut baik skema kompensasi ini.
"Sangat menyenangkan melihat China memberi insentif kepada orang-orang yang berburu, membiakkan, atau menjual satwa liar. Penting untuk merawat hewan-hewan itu dan tidak membiarkan mereka telantar," ucapnya dikutip dari South China Morning Post.
Akan tetapi Zhou Haixiang anggota Komite Nasional China untuk Manusia dan Biosfer mengatakan, langkah-langkah pemerintah itu belum cukup.
"Larangan itu pada konsumsi satwa liar, tetapi dari sudut pandang ekologis, kita harus melarang semua penggunaan komersial hewan liar," ujarnya.
Hewan-hewan liar yang dibiakkan untuk dikonsumsi hanya 30 persen, kata Zhou, sedangkan operasi komersial seperti peternakan bulu dan taman margasatwa adalah 70 persennya.
(Aditya Jaya Iswara)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wuhan Resmi Larang Konsumsi dan Perdagangan Hewan Liar".