Advertorial

Hanya Dengan 3 Obat yang Sering Dikonsumsi Orang Sakit Umum Ini, Dokter di Palembang Berhasil Sembuhkan 3 Pasien Positif Covid-19, Apa Saja Obatnya?

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Intisari-online.com - Saat ini virus corona memang tengah menyebar luas hingga ke seluruh dunia, tanpa diketahui obatnya.

Alhasil banyak dokter serta ilmuwan mencari obat alternatif, maupun melakukan eksperimenuntuk menyembuhkan pasien virus corona.

Seperti misalnya seorang dokter asal Palembang ini berhasil sembuhkan pasien virus corona hanya dengan menggunakan 3 jenis obat sederhana.

Hanya dengan cara sederhana dokter ini disebut bisa menyembuhkan 3 pasien virus corona.

Baca Juga: Diprediksi Penularannya Bisa Sampai 2024, Ilmuwan Peringatkan Dunia untuk Pemberlakuan 'Social Distancing' hingga 2022: Banyak Skenario Sirkulasi Jangka Panjang

Menurut Kompas.com, tiga pasien yang terjangkit virus corona tersebut berasal dari Sumatera Selatan, mereka sembuh setelah melakukan perawatan intensif di ruang isolasi Rumah Sakit Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang.

Ketiga orang tersebut adalah pasien 012, seorang perempuan asal Palembang, pasien 04 warga Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dan pasien 08 warga Jakarta.

Mereka kini dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang serta berkumpul dengan keluarganya.

Lalu apa rahasianya untuk menyembuhkan ketiga pasien tersebut?

Baca Juga: Satu Keluarga Ini Nekat Membawa 'Mayat' di Dalam Mobil Pribadi dan Mendandaninya Untuk Mengelabui Petugas, Tak Disangka Ada Kisah Tragis di Baliknya

Wakil ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging (PIE) RSMH Palembang Harun Hudari mengatakan selama menjalani perawatan pasien hanya diberikan 3 jenis obat.

Obat yang dimaksud tersebut antara lain, obat antibiotik, antivirus, serta vitamin.

Tiga jenis obat ini digunakan untuk memperkuat daya tahan tubuh pasien.

Hasilnya, ketiga pasien ini bisa melewati fase sulit dan akhirnya dinyatakan sembuh dengan mengonsumsi obat sederhana tersebut.

"Tiga komposisi obat ini terbukti menghilangkan virus di tubuh, dan sekarang dinyatakan negatif," jelas Harun kepada Wartawan Senin (13/4).

Harun menjelaskan proses pemberian obat kepada pasien tidak bisa dilakukan secara mandiri.

Baca Juga: Bandel Tetap Nongkrong di Kafe, Warga Surabaya 'Terbirit-birit' Usai Tahu Hasil Rapid Test Pengunjung Lain Berpotensi Positif Covid-19

Para pasien harus tetap di bawah pengawasan dokter.

"Dokter menyesuaikan takaran obat dengan melihat kondisi pasien," ujar Harun.

Untuk pasien yang sembuh, ia mengimbau agar tetap selalu menjaga kondisi imunitas tubuh sehingga tak kembali terjangkit virus corona.

"Mereka bisa kembali terinfeksi virus corona, jika kondisi imun tubuhnya menurun," ujar Harun.

Sementara itu obat yang diyakini di Indonesia sebagai obat alternatif Covid-19 klorokuin justru dihentikan penggunaannya di negara lain.

Para peneliti justru membatalkan penelitian kecil di Brazil tentang kemampuan obat anti-malaria klorokuin untuk memerangi virus corona.

Melansir New York Post, Senin (13/4/2020), penelitian tersebut dihentikan setelah beberapa peserta mengalami komplikasi jantung yang berpotensi fatal.

Baca Juga: Para Peneliti Brazil Kibarkan 'Bendera Merah' terhadap Penggunaan Dosis Tinggi Obat Klorokuin setelah Temuan Komplikasi Jantung pada Pasien Covid-19: 'Menghindari Kematian yang Tidak Perlu'

Penelitian tersebut, yang didanai oleh negara bagian Amazonas di Brazil, memberikan obat tersebut kepada 81 pasien yang dirawat di rumah sakit di Manaus untuk menentukan efektivitasnya melawan virus corona, menurut sebuah laporan pada server pra-publikasi medRix.

Tetapi para peneliti mengatakan mereka terpaksa menghentikan studi lebih awal setelah "potensi bahaya keselamatan" menjadi jelas.

"Temuan awal menunjukkan bahwa dosis (klorokuin) yang lebih tinggi (rejimen 10 hari) tidak direkomendasikan untuk pengobatan COVID-19 karena potensi bahaya keamanannya," tulis para peneliti.

Sekitar setengah dari pasien dalam penelitian ini mengonsumsi klorokuin dengan dosis 50 mg dua kali sehari selama lima hari, kata laporan itu.

Peserta lain diberi dosis tunggal 600 miligram setiap hari selama 10 hari.

Tetapi dalam tiga hari, beberapa pasien yang menggunakan dosis tinggi mengalami aritmia, atau detak jantung tidak teratur, kata laporan itu.

Pada hari keenam, 11 pasien telah meninggal, meskipun tidak jelas apakah itu karena virus corona atau komplikasi yang terkait dengan klorokuin.

Para ilmuwan mengatakan bahwa "kecenderungan kematian yang lebih tinggi terkait dengan dosis yang lebih tinggi pada hari ke-6 mengikuti hasil penghentian dini" pemberian dosis yang lebih tinggi kepada pasien.

Artikel Terkait