Intisari-Online.com – Bulan Januari 1902 Kardinah menikah dengan seorang berpangkat patih yang kemudian diangkat menjadi bupati Tegal. Tiga serangkai tak lengkap lagi. Kartini dan Rukmini tetap ingin kenegeri Belanda.
Tahun itu juga mereka mencoba mendapatkan beasiswa, dengan perantaraan seorang kenalan, tuan v. Kol, anggota Tweede Kamer (DPR) Belanda, yang baru mengunjungi mereka. Jika permintaan itu ditolak dr. Bervoets dari Zending Mojowarno ingin mendidik mereka menjadi bidan tanpa memungut biaya sepeserpun.
Menurut rencana Kartini kemudian akan mengajar pada sekolah dengan asrama yang akan didirikan oleh Mr. Abendanon, kepala departemen pengajaran dan kebudayaan. Sekolah itu untuk para putri ningrat.
Cita-cita itu kandas. Terlalu banyak bupati yang tak menyetujui putri mereka belajar diluar dinding kabupaten.
“De Locomotief" harian terkemuka yang dulu terbit di Semarang, memuat artikel tentang kunjungan Ir. v. Kol ke Djepara. Sebagian dikutip oleh majalah perkumpulan “Oost en West".
Perkumpulan ini menyokong perjuangan Kartini. Bila pemerintah Belanda menolak permintaan beasiswa itu, “Oost en West" akan berusaha sendiri.
Tulisan ini menimbulkan banyak kritik. Kartini dikatakan terlalu lincah, mungkin akan kawin dengan orang Barat. Menikah dengan orang Barat? Tak mungkin.
Pendirian Kartini dalam hal itu tegas. la mengecam wanita-wanita yang tak mempergunakan kesempatan untuk maju. Lebih suka menyerah kepada adat.
Tetapi iapun tak setuju dengan wanita Indonesia yang berpendidikan Barat, kemudian bukannya kembali ke tengah masyarakat Indonesia melainkan mendjadi orang Barat. Diassimilasikan oleh kebudayaan Barat.
Baca juga:4 Tokoh Wanita Hebat yang Telah Mengukir Sejarah, Salah Satunya R. A. Kartini
Dr. Adriani, seorang sastrawan, kawatir kalau-kalau mereka disana bekerja terlalu keras, padahal kesehatan mereka agak lemah. Lagipula jika mereka tak ditampung keluarga baik-baik dapat menemui kesulitan-kesulitan yang tak terduga.
Mr. Abendanon pergi ke Jepara untuk membujuk Kartini membatalkan rencananya, karena akan merugikan cita-citanya untuk mendirikan sekolah. la tak akan mendapat kepecayaan masyarakat. Pendapat ini membuat Kartini mundur.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR