Ndalip Singh memenangkan perlombaan lari marathon dalam PON ke-2 1951 di Jakarta, waktunya terbaik ketika itu: 3 : 37 : 08.2. Tahun 1953 dalam PON 3 Kastanya memperbaikinya dengan 3 : 20 :17.6 dan kemudian pada tahun 1960 Sunardi berhasil menurunkannya lagi: 2 : 53 : 27.0.
Setelah itu tiga kali berturut-turut Gurnam Singh menciptakan waktu terbaik di Indonesia untuk lari marathon. Pertama tahun 1961 di Medan dia mencatat 2 : 44 : 19.0, kemudian tahun 1962 di Jakarta 2 : 28 : 39.0 dan 2 : 27 : 58.6.
Menarik juga kalau kita ketahui, bahwa waktu terbaik sedunia pada tahun 1951 pernah 2 : 29 : 19.2, dan pada tahun 1962 waktu terbaik sedunia ini sudah 2 : 14 : 14.0. Namun sedikitnya mengingat keterbelakangan Indonesia daiam olahraga atletik tatkala itu maka selisih waktu 10 tahun dalam rekor marathon Gumam sudah dapat dianggap cukup menggembirakan.
Dari ketiga pelari Singh itu Gurnamlah yang memberikan kesan paling kontroversil. Melihat kekuatannya dalam lari jarak-jarak jauh itu maka membuat orang berkesimpulan, bahwa tidak terlampau sulitlah baginya untuk mencapai tarap internasional.
Tapi anehnya dia selalu gagal dalam kejuaraan-kejuaraan besar.
Tahun 1962 merupakan tahun puncak dan tahun kegagalan bagi Gurnam. Dalam dwilomba Indonesia-Australia menjelang Asian Games dalam lari 10.000 m Gurnam berhasil mengalahkan- pelari ternama Australia, Albert Thomas, yang pernah menciptakan rekor dunia untuk jarak 2 dan 3 mil.
Gurnam bahkan telah meninggalkanThomas sampai sejauh 300 m. Bahwa di malam berikutnya Thomas membuat pembalasan dengan mengalahkan Gurnam dalam lari 5.000 m hal ini sama sekali tidak mengecilkan arti kemenangannya malam sebelumnya.
Baca juga: Gerakan 'Ayo Olahraga', Bentuk Dukungan untuk Asian Games 2018
Dalam 5.000 m ini hampir seluruh jarak Gurnam dibiarkan mendahului dan menentukan tempo oleh Albert Thomas dan rekannya Trevor Vincent. Dalam 10.000 m Gurnam pun mendahuluinya, tapi dalam jarak sejauh ini pada akhirnya Thomas tidak mampu mengikuti tempo Gurnam.
Dalam Asian Games Gurnam tercatat hanya untuk dua nomor: 10.000 m dan marathon. Jelaslah, bahwa Gurnam telah meletakkan seluruh harapan untuk menang pada kedua nomor spesialitasnya ini.
Daya dan tenaga sebetulnya ada pada pelari kita bersorban itu; tetapi cara dan sifatnya dalam berlomba tidak menguntungkan baginya.
Meskipun sudah berpengalaman sepuluh tahun lebih dalam pertandingan besar di antara pelari-pelari bertarap internasional seakan-akan masa pengalaman selama itu tidak berpengaruh sama sekali.
Karena hal inilah dalam 10.000 m Gurnam hanya kebagian medali perunggu, semata-mata disebabkan kesalahan taktik berlomba.
Baca juga: Mengundurkan Diri sebagai Tuan Rumah Asian Games 2018, Ini 5 Fakta Menarik tentang Hanoi, Vietnam!
Sifat seakan-akan kehilangan pengalaman sama sekali itu ternyata benar dalam perlombaan lari marathon. Selama jarak 28 km dari 42 km lebih jarak perlombaan Gurnam memimpin kelompok kecil pelari, yang sudah kerontokan dua orang.
Sebetulnya Gurnam cukup mempertahankan tempo lari agar sedikit mendahului kelompok, antara lain terdiri dari Nagata dari Jepang dan Jousaf dari Pakistan. Tapi tanpa perdulikan tempo saingan, hawa udara, keadaan parcours dan kondisi diri sendiri Gurnam "ngiprit" terus, jauh meninggalkan lawan.
Hampir jarak 29 km dicapai Gurnam jatuh terkulai dan hilanglah harapan untuk menggondol sebuah medali lagi. Tamatlah riwayatnya juga dalam dunia atletik Indonesia, sebab kemudian dia tidak muncul lagi di arena atletik Indonesia.
Perannya sebagai pelakon utama telah terhenti, namun nama Gurman Singh tidak akan lenyap sepanjang sejarah atletik Indonesia, demikian juga nama-nama Ndalip Singh dan Caranyit Singh.
(Ditulis oleh Tan Liang Tie. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi April 1975)
Baca juga:Lepas dari Uni Soviet, 5 Negara Ini Mantap Tampil dalam Asian Games Sejak 1994
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR