Intisari-Online.com - ‘Anakmu bukan anakmu, mereka adalah anak-anak kehidupan,’ kutipan puisi Kahlil Gibran tersebut nampaknya selalu berlaku bagi siapapun sampai kapanpun.
Memang puisi itu tercipta khususnya bagi orang tua untuk tidak membelenggu kebebasan jiwa dan berpikir si anak.
Namun ketika orang tua telah mempercayakan pendidikan anak kepada guru (sekolah: sebagai institusi pendidikan), maka puisi itu dapat ditujukan juga kepada para guru.
Sayangnya, pelanggaran demi pelanggaran oleh guru menciderai syair Gibran tersebut.
Puisi sekalipun pernah didengar, layaknya ayat atau pasal hukum, ia tak serta merta menghentikan dan menghapus permasalahan pada dunia pendidikan di Indonesia.
Pada Kamis (19/4) kemarin, dilansir dari tribunnews.com, seorang oknum guru terpaksa diamankan polisi atas video penganiayaannya yang viral di media sosial.
Dalam video itu, sebelum menampar keras muridnya, guru terlihat mengelus-elus pipi korban terlebih dahulu.
Tamparan itu dilakukan guru berinisial LS sebagai hukuman bagi anak didiknya di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Purwokerto yang ketahuan makan di kantin saat jam pelajaran.
Meski sudah memberi klarifikasi dan permintaan maaf, dia tetap digelandang ke mobil polisi.
Sebelum kasus ini, dua kasus sejenis yang melibatkan kesewenang- wenangan guru terhadap murid telah lebih dahulu terjadi.
Pada awal tahun misalnya, terdengar kabar tidak mengenakkan dari Sulawesi Selatan, yakni penganiayaan kepala sekolah SD di Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai, terhadap salah seorang murid.
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR