Di bawah Shiro yang sangat ambisius dan berdarah dingin program pengembangan senjata biologi di Kamo Unit berkembang pesat.
Kaisar Hirohito pun turut mendukung program pengembangan senjata bilogi yang dipimpin Shiro dan memerintahkan untuk membangun dua unit lainnya.
Hirohito turut antusias karena menurut pemahamannya secara pribadi program pengembangan senjata biologis akan mendukung tingkat kesehatan bagi warganya dan bukan digunakan untuk beperang.
Unit pertama yang kemudian dibangun disamarkan sebagai wahana pencegahan penyakit dan pemurnian air untuk kepentingan militer, Epidemic Prevention and water Purification Departemen of the Kuantung Army yang pada awal PD II diubah namanya menjadi Unit 731.
Unit penjernihan air itu berlokasi di Pingfan yang berjarak sekitar 20 km sebelah tenggara Harbin.
Unit kedua yang menyusul dibangun adalah Wakamatsu Unit , dibangun di dekat kota Changchun, Mengchiatun , China dan disamarkan sebagai wahana pencegahan penyakit hewan , dengan nama Departemen of Veterinary Desease Prevention of the Kuantung Army.
Karena peran senjata biologi untuk peperangan makin mendesak, pada tahun 1938 Unit 731 digeser lokasinya di Pingfan dengan fasiltas berupa kamp tertutup yang dijaga sangat ketat.
Di dalam lokasi seluas 32 km persegi itu hukum otomatis berada di tangan pimpinan tertingginya sehingga hidup dan mati penghuninya berada di tangan Shiro.
Sementara Shiro yang makin berkuasa dan memimpin 3000 pekerja Jepang kemudian mendapat kenaikan pangkat Kolonel.
Staf di bawah Shiro yang memiliki wewenang absolut di dalam kamp yang lebih dikenal sebagai tempat pembantaian manusia itu antara lain Letkol Ryoichi Naito, Masaji Kitano, Yoshio Shinozuka dan Yasuji Kaneko.
Sesuai fungsi dan jenis kuman yang diproduksi, Unit 731 masih terbagi ke dalam 8 divisi dan masing-masing divisi itu mempunyai kamp tersendiri, tenaga ahli, tawanan perang yang jumlahnya ratusan dan siap dijadikan ajang ujicoba, serta wahana uji coba yang lebih mencerminkan tempat penyiksaan, dan lainnya.
Divisi 1 Unit 731 merupakan kamp tempat penelitian bubonic plaque atau penyakit pes, kolera, anthrax, tipus, dan tuberculosis.
Divisi 2 merupakan kamp penelitian senjata biologi berupa bom atau roket.
Divisi 3, berupa produksi kerang yag bisa menyebarkan senjata kuman, Divisi 4 produksi agen senjata kimia, Divisi 5 pelatihan personel, Divisi 6,7,8 peralatan unit medis, dan adsminitrasi.
Selain memiliki 8 divisi, Unit 731 juga didukung oleh unit-unit yang lebih kecil dan lokasinya tersebar di berbagai wilayah yang berhasil dikuasai Jepang.
Unit-unit itu antara lain, Unit 516 (Qiqihar), Unit 543 (Hailar), Unit 773 (Songo Unit), Unit 100 (Changchun), Unit Ei 1644 (Nanjing), Unit 1855 (Beijing), Unit 8604 (Guangzhou), Unit 200 (Manchuria) dan Unit 9420 (Singapura).
Program pengembangan senjata kimia yang dilaksanakan semua unit nyaris sama dengan modus setiap penelitian bakteri yang sukses diciptakan kemudian dipraktekkan kepada korbannya.
Hasil uji coba pengetesan kuman yang sudah dimasukkan ke tubuh korban setelah sekian hari lalu diobservasi dengan cara pembedahan.
Teknis pembedahan biasanya dilakukan dari dada ke perut dan dilaksanakan tanpa pembiusan mengingat korban yang sudah terinfeksi tidak akan dibiarkan hidup lagi.
Proses pembedahan tanpa pembiusan itulah yang mencerminkan pembantaian brutal karena korban yang berteriak-teriak kesakitan dalam kondisi terikat akhirnya meninggal secara mengenaskan.
Yang lebih mengerikan proses pembedahan dilakukan oleh tim yang seolah tak punya perasaan kemanusiaan lagi dan baik perempuan maupun anak-anak sering menjadi ajang uji coba senjata biologi.
Yang pasti ribuan tawanan yang telah dijadikan ajang uji coba dipastikan tewas dan jasadnya tak pernah ditemukan karena langsung dikremasi. (Habib)
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR