Advertorial
Intisari-Online.com -Hingga saat ini, Korea Utara masih bersikeras bahwa negaranya masih bersih dari virus corona.
Meski demikian, ada beberapa hal janggal yang mulai terungkap, misalnya ketakutan pemimpin Korut Kim Jong Un atas wabah tersebut, hingga perintah untuk menutup perbatasan.
Selain itu, ada laporan yang mengatakan Korut mengkarantina ribuan tentara dan orang asing hingga sebulan penuh, hingga rumor yang menyebut 180 tentaranya tewas akibat corona.
Tak sekadar mengelak adanya corona di negaranya, Korut juga dikenal tak segan mengeksekusi warganya yang dianggap terinfeksi corona dalam upaya menjauhkan daerahnya dari penularan virus tersebut.
Beberapa waktu lalu, surat kabar Korea Dong-a Ilbo, seorang pejabat Korea Utara ditembak mati karena pergi ke pemandian umum padahal ia sedang menjalani karantina.
Dia ditangkap dan langsung ditembak karena dianggap telah menimbulkan resiko penyebaran virus corona dengan mengunjungi pemandian umum.
Baru-baru ini, menurut Daily NK, Rabu (18/3/2020), seorang 'penyusup' berusia 50-an dilaporkan dieksekusi di Provinsi Pyongan Utara, kata sebuah sumber awal bulan ini.
Pria itu dituduh menyembunyikan kemungkinan infeksi COVID-19 yang didapatkannya ketika berada di Tiongkok.
Anehnya, dia dieksekusi di bawah hukum Korea Utara terhadap pengkhianatan, hukuman yang berlebihan yang membuat kebingunganwarga lokal.
Priaitu, seorang penduduk Kabupaten Cholsan, yang berjarak 30 kilometer selatan kota perbatasan Sinuiju, menyeberang ke China pada Januari.
Kondisi pria itu semakin memburuk, namun ia tidak memenuhi syarat untuk melakukan perawatan medis di Tiongkok, sehingga pria itu diam-diam kembali ke Korea Utara.
Pria itu memasuki Korea Utara tanpa masalah, tetapi menyembunyikan kondisinya dari pihak berwenang karena dia merasa pada saat itusituasinya tidak kondusif untuk mengakui kondisinya. Hingga pada akhirnya kondisi pria itu diketahui pihak berwenang.
Korea Utara menutup perbatasan internasionalnya dengan China dan melarang semua orang asing memasuki negara itu pada akhir Januari untuk mencegah penyebaran virus corona baru.
Pada saat yang sama, orang Korut yang kembali dari luar negeri harus melewati karantina, selain itu pihak berwenang juga meningkatkan kontrol atas pergerakan penduduk antara provinsi dan kota.
"Di Kabupaten Cheolsan, mereka mendirikan pos pemeriksaan dan mengendalikan semua pergerakan populasi," satu sumber melaporkan.
"Pihak berwenang telah memperingatkan bahwa mereka akan mengirim siapa pun yang tertangkap diam-diam melanggar pembatasan ini ke kamp pendidikan ulang."
Penyusup itu ditangkap oleh Kementerian Keamanan Negara di Provinsi Pyongan Utara dan kemudian dieksekusi sebagai pengkhianat.
Di bawah hukum pidana Korea Utara, eksekusi untuk pengkhianatan merupakan hukuman yang sangat keras untuk kejahatan penyeberangan ilegal dan melanggar peraturan karantina yang dilakukan pria itu.
Artikel KUHP Korea Utara yang mencakup pengkhianatan menyatakan bahwa jika seorang warga negara Korea Utara melakukan pengkhianatan dengan cara pembelotan, penyerahan, pengkhianatan, atau pengungkapan rahasia, maka ia berhak atas hukuman lebih dari lima tahun penjara.
Artikel itu juga menyatakan bahwa jika kejahatan itu sangat serius, hukumannya bisa sampai sepuluh tahun.
Namun, otoritas Korea Utara berupaya mencegah penyebaran virus sebagai prioritas, dan karenanya tampaknya memberikan hukuman yang keras kepada orang-orang yang melanggar peraturan, meskipun pelanggaran itu tidak separah pengkhianatan.