Sejumlah peluncur rudal S-400 yang sudah digelar Rusia di Suriah menjadi persenjataan pertahanan udara yang paling ditakuti AS hingga saat ini.
Tapi menurut Rusia sendiri, rudal-rudal S-400 yang digelar di Suriah ternyata belum digunakan untuk melancarkan serangan balasan saat militer AS dan koalisinya menyerang Suriah.
Ketika menggempur Barzah, pesawat pengebom AS, B-1B Lancer yang diperkirakan terbang dari pangkalan udara AS di Qatar, telah menembakan sebanyak 9 unit rudal JASSM dengan nilai lebih dari Rp 170 milliar.
Sebagai Presiden AS dan juga seorang pebisnis, Donald Trump memang memiliki prinsip sendiri dan selalu gatal terhadap penggunaan persenjataan canggih AS.
Yakni, persenjataan canggih yang sudah diproduksi dengan biaya mahal harus digunakan dan terbukti berkualitas dalam perang (combat proven) sehingga ketika dijual harganya akan berlipat-lipat.
Maka ketika Presiden Trump menyatakan bahwa misi serangan rudal AS dan koalisinya ke Suriah ‘berhasil sempurna’ (mission accommplished) rupanya lebih ditujukan kepada rudal-rudal JASSM yang bekerja dengan panduan satelit (GPS) dan bisa menghantam sasaran sebesar 3 meter persegi itu.
Maka bagi militer AS dan koalisisnya, terutama Presiden Trump apakah hasil serangan rudal akan membuat Presiden Bashar al Assad tumbang dari kekuasannya menjadi tidak penting.
Pasalnya yang lebih penting adalah militer AS dan koalisinya bisa mempraktekan latihan-latihan militer selama ini bersama NATO serta menggunakan senjata-senjata baru dalam peperangan yang sesungguhnya.
Bahkan militer AS dan koalisinya masih mengancam akan menyerang Suriah lagi jika terjadi serangan senjata kimia karena persenjataan baru yang tersedia masih melimpah.
Militer AS dan koalisinya juga tampak tidak takut lagi terhadap Rusia yang saat ini telah meningkatkan pengiriman senjata dan pasukannya ke Suriah.
Pasalnya Rusia ternyata ‘’ragu-ragu’’ untuk melancarkan serangan balasan ketika Suriah digempur rudal pada Sabtu dini hari (14/4/2018), sehingga AS pun makin gatal untuk menggunakan persenjataan terbarunya.
Source | : | dailymail.co.uk,aviationweek.com,CNN.com |
Penulis | : | Agustinus Winardi |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR